
Pantau - Pemerintah memperketat pengawasan terhadap penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), khususnya KUR tanpa agunan dengan plafon di bawah Rp100 juta, menyusul keluhan dari pelaku UMKM terkait masih adanya permintaan agunan oleh bank penyalur.
Pengawasan Ketat dan Imbauan kepada Himbara
Kementerian Koperasi dan UKM menegaskan pentingnya kepatuhan lembaga keuangan terhadap ketentuan penyaluran KUR tanpa agunan di bawah Rp100 juta.
Wakil Menteri Koperasi dan UKM, Helvi Moraza, menyatakan bahwa pihaknya telah berulang kali mengingatkan bank-bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) agar tidak lagi meminta jaminan tambahan untuk jenis KUR tersebut.
"Kami sangat keras memperingatkan kepada Himbara dan lembaga keuangan penyelenggara KUR untuk mematuhi ketentuan tersebut. Kepala bank penyelenggara sudah kami minta agar menginstruksikan cabang-cabangnya agar tidak lagi meminta agunan untuk KUR di bawah Rp100 juta," ungkapnya.
Ia juga menyoroti kecenderungan penyaluran KUR yang tidak merata dan hanya menyasar kelompok tertentu, sehingga banyak pelaku UMKM di berbagai wilayah belum merasakan manfaat program tersebut.
Untuk memastikan distribusi yang adil, Kementerian telah melakukan pemantauan langsung ke beberapa wilayah di Indonesia seperti Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi.
"Besok, insyaallah saya ke Denpasar untuk melanjutkan monitoring ini," ia mengungkapkan.
Tantangan KUR: Dari NPL hingga Ketatnya Persyaratan
Helvi menilai permasalahan dalam program KUR bersifat dua arah.
Di satu sisi, masih banyak pelaku UMKM yang belum disiplin dalam membayar kewajiban, sehingga meningkatkan rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL).
Di sisi lain, lembaga penyalur KUR dinilai terlalu fokus pada target penyaluran dan mengabaikan kualitas debitur, yang berisiko pada keberlanjutan program.
“Kami dorong semua pihak untuk memberikan masukan. Kami juga telah mengusulkan kepada Komite Kebijakan KUR di Kemenko Perekonomian agar ada terobosan baru demi memastikan KUR berjalan tertib dan efektif,” ujar Helvi.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya kehadiran negara dalam mendukung UMKM secara konkret, termasuk melalui penyediaan ruang usaha.
Salah satu langkah yang didorong adalah penerapan kebijakan alokasi minimal 30 persen ruang publik untuk UMKM, baik di terminal, pelabuhan, hingga gerbong khusus UMKM milik PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Di sisi lain, keluhan dari pelaku UMKM tetap bermunculan, khususnya terkait bank yang tetap meminta agunan untuk pinjaman KUR di bawah Rp100 juta, meski semua persyaratan administrasi telah dipenuhi.
Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Edy Misero, menilai bahwa lambatnya pertumbuhan kredit UMKM—yang tercatat hanya 1,3 persen pada Agustus 2025—bukan disebabkan oleh rendahnya minat, melainkan karena ketatnya persyaratan dari pihak bank.
“Kami sudah siapkan data usaha, laporan keuangan sederhana, SLIK OJK lolos, semua administrasi lengkap. Tapi tetap diminta jaminan,” keluh Edy.
- Penulis :
- Shila Glorya








