
Pantau - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid meminta masyarakat segera memutakhirkan data sertifikat tanah lama yang diterbitkan antara tahun 1961 hingga 1997.
Langkah ini diambil menyusul polemik kepemilikan lahan seluas 16 hektare yang diakui oleh dua pihak, yaitu PT Hadji Kalla dan PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk (GMTD).
"Dengan adanya kasus Pak JK ini menjadi momentum. Momentum kepada masyarakat yang punya sertifikat terbit di 1997 ke bawah hingga 1961 untuk segera didaftarkan ulang dan dimutakhirkan", ungkapnya.
Sertifikat Lama Rentan Tumpang Tindih
Sertifikat yang diterbitkan pada periode 1961 hingga 1997 banyak yang belum memiliki peta kadasteral dan belum terintegrasi ke dalam sistem digital nasional.
Kondisi tersebut memicu sering terjadinya tumpang tindih data yang berpotensi menimbulkan konflik pertanahan di kemudian hari.
Nusron Wahid mengungkapkan, pihaknya telah melakukan evaluasi secara nasional terhadap kasus lahan milik mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menjadi contoh aktual dari persoalan ini.
"Sudah kami evaluasi. Kasus tanah pak JK sertifikat terbit tahun 1996 awalnya. Isunya itu tumpang tindih jadi segera pemutakhiran, jangan sampai diserobot orang, apalagi yang tanahnya banyak dan belum terdaftar. Maka segera didaftarkan, pentingnya di situ, dan dikasih batas-batas yang jelas", ujarnya.
Pemerintah Daerah Diminta Dorong Warga Lakukan Pemutakhiran
Hasil pendataan nasional menunjukkan masih terdapat sekitar 4,8 juta hektare lahan di Indonesia yang berpotensi bermasalah akibat tumpang tindih data sertifikat.
Nusron meminta pemerintah daerah menginstruksikan camat, lurah, RT, dan RW untuk mendorong masyarakat yang memiliki sertifikat lama segera mendatangi kantor BPN guna memutakhirkan datanya.
"Ini penting untuk menghindari konflik. Jangan sampai jadi bom waktu di kemudian hari", ia mengungkapkan.
Ia juga mengakui polemik satu objek lahan yang memiliki dua sertifikat sebagai kesalahan internal Badan Pertanahan Nasional.
"Itu harus kami akui. Kenapa? karena itu kami benahi sekarang supaya yang seperti ini tidak terulang", katanya.
- Penulis :
- Arian Mesa







