HOME  ⁄  Nasional

Komite Reformasi Polri Terima Kritik dari Kelompok Minoritas dan Lembaga Sipil untuk Disampaikan ke Presiden

Oleh Shila Glorya
SHARE   :

Komite Reformasi Polri Terima Kritik dari Kelompok Minoritas dan Lembaga Sipil untuk Disampaikan ke Presiden
Foto: Anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri sekaligus Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyampaikan keterangan di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, usai menjaring aspirasi masyarakat untuk perbaikan kinerja Polri (sumber: ANTARA/Andi Firdaus)

Pantau - Komite Percepatan Reformasi Polri membuka ruang selebar-lebarnya bagi kritik terhadap Kepolisian Republik Indonesia, termasuk dari kelompok minoritas dan lembaga masyarakat sipil yang fokus pada isu kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia.

Langkah ini bertujuan untuk menghimpun masukan yang akan dijadikan dasar dalam merumuskan rekomendasi reformasi institusi Polri, yang nantinya akan disampaikan langsung kepada Presiden RI, Prabowo Subianto.

Anggota Komite Percepatan Reformasi Polri, Yusril Ihza Mahendra, menyampaikan hal tersebut usai menerima berbagai organisasi masyarakat sipil dalam forum penjaringan aspirasi yang digelar di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta.

"Semua yang hadir itu, kami dengarkan masukan-masukan mereka, bahkan kritik-kritik yang tajam yang ditujukan kepada lembaga kepolisian," ungkapnya.

Agenda penjaringan aspirasi ini dipimpin oleh Jimly Asshiddiqie selaku Ketua Komite.

Kritik dari Organisasi Keagamaan dan HAM

Dalam pertemuan tersebut, hadir berbagai organisasi seperti Gusdurian, Setara Institute, dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), yang menyoroti penanganan konflik keagamaan oleh aparat kepolisian.

Isu yang disampaikan mencakup konflik antara kelompok mayoritas dengan kelompok minoritas seperti Syiah dan Ahmadiyah.

Menurut Yusril, banyak laporan yang mencerminkan ketidakpuasan terhadap langkah hukum yang diambil oleh aparat dalam menyikapi konflik keagamaan.

"Polisi kemudian terlibat dalam menangani kasus ini, mengambil satu langkah hukum dan itu menimbulkan banyak sekali komentar, tanggapan dan kritik," ia mengungkapkan.

Ia menambahkan bahwa persoalan ini tidak semata-mata menyangkut kewenangan kepolisian, tetapi juga berkaitan dengan peran Kementerian Agama serta lembaga-lembaga keagamaan.

"Poinnya adalah, apakah tidak sebaiknya kita lebih mengedepankan aspek konstitusional dalam menyelesaikan konflik umat beragama itu daripada kita mengambil langkah law enforcement di bidang hukum pidana," kata Yusril.

Catatan Kritis terhadap Regulasi dan Peran Polisi

Selain isu keagamaan, lembaga yang menangani kekerasan dan pendampingan korban seperti YLBHI, Kontras, LBH Jakarta, PBHI, dan Vox Populi Institute juga turut menyampaikan pandangan mereka.

Kelompok-kelompok ini menyampaikan kritik terhadap regulasi-regulasi seperti peraturan Kapolri, KUHP baru, dan KUHAP baru yang dinilai bermasalah dalam penerapan dan perlindungannya terhadap masyarakat.

Yusril menegaskan bahwa seluruh masukan tersebut akan menjadi bahan pertimbangan serius dalam proses reformasi.

"Insya-Allah semua anggota komisi ini akan bekerja sama serat-seratnya dalam menjaring aspirasi itu dan akhirnya nanti membuat kesimpulan-kesimpulan untuk disampaikan kepada Pak Presiden," tegasnya.

Komite akan mempelajari secara mendalam semua masukan yang telah diterima dan menyusun rekomendasi yang komprehensif.

Penulis :
Shila Glorya