Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Pemerintah Tegaskan OMSP Fokus pada Kemanusiaan dan Sinergi Antarlembaga di Sidang Uji Materi UU TNI

Oleh Shila Glorya
SHARE   :

Pemerintah Tegaskan OMSP Fokus pada Kemanusiaan dan Sinergi Antarlembaga di Sidang Uji Materi UU TNI
Foto: Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej (kanan) menyampaikan keterangan pemerintah dalam sidang lanjutan uji materi Undang-Undang TNI di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu 3/12/2025 (sumber: MK RI)

Pantau - Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum) menegaskan bahwa Operasi Militer Selain Perang (OMSP) oleh TNI lebih menekankan pada misi kemanusiaan dan penanggulangan bencana, bukan penggunaan kekuatan bersenjata.

Kemenkum Tegaskan OMSP Bukan Operasi Tempur

Keterangan tersebut disampaikan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej dalam sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, pada Rabu, 3 Desember 2025.

"OMSP berbeda dengan operasi militer untuk perang atau OMP. OMSP tidak mengutamakan penggunaan atau ancaman kekerasan, melainkan lebih menekankan pada bantuan kemanusiaan dan penanggulangan bencana," ungkapnya.

Ia menjelaskan bahwa spektrum tugas OMSP sangat luas, mencakup penanganan bencana alam seperti gunung meletus, banjir, dan gempa bumi, serta aksi terorisme dan gerakan separatisme bersenjata.

Pelaksanaan OMSP, menurut Edward, membutuhkan kerja sama lintas sektor.

"Pelaksanaan OMSP menuntut sinergitas antara TNI dan berbagai lembaga dan organisasi lain, termasuk yang bergerak di bidang diplomasi, ekonomi, pemerintahan, bahkan politik dan keagamaan," ia mengungkapkan.

Kemenkum menyebutkan bahwa Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 3 Tahun 2025 mengatur bentuk pelaksanaan OMSP untuk menjamin kepastian hukum dan membatasi kewenangan TNI agar tidak tumpang tindih dengan institusi sipil.

Fokus pada Subsidiaritas, Penanganan Siber, dan Krisis Domestik

Dalam konteks bantuan kepada pemerintah daerah, Kemenkum menyatakan bahwa OMSP dilaksanakan berdasarkan prinsip subsidiaritas dan hanya atas permintaan pemerintah daerah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 35 Tahun 2011.

"TNI hadir bukan untuk menggantikan tugas dan fungsi yang berwenang, tetapi ketika pemerintah daerah tidak memiliki kapasitas, sarana prasarana terbatas, sumber daya manusia, efektif dan efisiensi dalam pelaksanaannya untuk mengatasi permasalahan di daerah," kata Edward.

Untuk ancaman di bidang pertahanan siber, peran TNI disebut hanya sebagai pendukung.

"Hal ini menunjukkan adanya pembagian tugas dengan lembaga lain lebih fokus pada penegakan hukum siber seperti Badan Siber dan Sandi Negara. Ketentuan a quo juga bertujuan menghindari tumpang tindih dengan lembaga siber lainnya, sekaligus membedakan dari tugas pokok TNI secara keseluruhan," jelasnya.

OMSP, menurut Kemenkum, adalah bentuk penggunaan kekuatan militer dalam situasi non-perang dengan tujuan mencegah konflik, menyelesaikan krisis, mendukung pemerintahan sipil, serta menjaga stabilitas domestik.

Sidang Uji Materi Diprakarsai Koalisi Masyarakat Sipil

Sidang uji materi ini merupakan sidang ketiga dalam perkara nomor 197/PUU-XXIII/2025, setelah sebelumnya dilakukan sidang pemeriksaan pendahuluan dan perbaikan permohonan pada November 2025.

Perkara ini diajukan oleh koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Imparsial, YLBHI, KontraS, AJI Indonesia, YLBH APIK Jakarta, serta tiga orang pemohon perorangan.

Mereka menggugat beberapa ketentuan dalam UU TNI, terutama terkait pelaksanaan OMSP, penempatan prajurit TNI di jabatan sipil seperti di kesekretariatan presiden, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan kejaksaan, serta isu usia pensiun dan mekanisme peradilan militer.

Pasal-pasal yang dipersoalkan dalam permohonan ini meliputi:

  • Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 9
  • Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 15
  • Pasal 7 ayat (4)
  • Pasal 47 ayat (1)
  • Pasal 53 ayat (2) huruf b, c, d, e
  • Pasal 53 ayat (4)
  • Pasal 53 ayat (5) UU Nomor 3 Tahun 2025
  • Pasal 74 ayat (1) dan (2) UU Nomor 34 Tahun 2004

Sidang yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi ini bertujuan menguji konstitusionalitas pasal-pasal dalam Undang-Undang TNI yang dinilai berpotensi mengaburkan batas antara militer dan institusi sipil.

Penulis :
Shila Glorya