Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

BPOM Ungkap Peredaran Kosmetik Ilegal Capai Rp1,86 Triliun dalam Dua Pekan

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

BPOM Ungkap Peredaran Kosmetik Ilegal Capai Rp1,86 Triliun dalam Dua Pekan
Foto: Tangkapan layar - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Taruna Ikrar memberikan keterangan kepada awak media di Jakarta, Selasa 9/12/2025 (sumber: Youtube BPOM)

Pantau - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia mengungkap peredaran kosmetik ilegal di Indonesia mencapai nilai ekonomi sebesar Rp1,866 triliun selama periode 10 hingga 21 November 2025.

Pengungkapan ini merupakan hasil dari intensifikasi pengawasan kosmetik yang dilakukan BPOM secara daring dan luring menjelang akhir tahun.

"Setelah kita lakukan olah perkara dan semuanya hari ini kita umumkan, dan ternyata nilai ekonominya Rp1,86 triliun. Tentu ini adalah angka yang besar," ungkap Kepala BPOM, Taruna Ikrar.

Temuan Kosmetik Tanpa Izin dan Produk Impor Dominasi Kasus

Sebagian besar produk kosmetik yang ditemukan merupakan kosmetik tanpa izin edar dan kosmetik impor yang tidak memiliki dokumentasi ekspor-impor yang jelas.

BPOM mencatat setidaknya terdapat 109 merek kosmetik ilegal dengan jumlah distribusi mencapai 408.054 buah.

"Temuan didominasi oleh produk impor sebesar 65 persen dengan rincian sebagai berikut, tanpa izin edar 94,30 persen, kesalahan kedua yaitu mengandung bahan dilarang termasuk skincare etiket biru tidak sesuai dengan ketentuan 1,99 persen. Selanjutnya kosmetik kadaluarsa 1,47 persen, cara penggunaan tidak sesuai dengan definisi kosmetik 1,46 persen, kosmetik impor tanpa surat keterangan impor itu 0,78 persen," jelas Taruna.

Ia menambahkan bahwa kosmetik ilegal sangat berisiko karena tidak menjamin mutu dan keamanannya.

Kosmetik tersebut berpotensi mengandung bahan berbahaya seperti merkuri, hidrokuinon, asam retinoat, dan zat pewarna berbahaya.

"Dampaknya seperti iritasi kulit, bintik-bintik hitam atau okronosis, perubahan bentuk atau fungsi organ janin teratogenik, hingga menyebabkan kanker yang bersifat karsinogenik," ia mengungkapkan.

Pengawasan dan Sanksi terhadap Pelaku Usaha

Dalam operasi pengawasan yang dilakukan, BPOM menginspeksi sebanyak 984 sarana distribusi kosmetik di seluruh Indonesia.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 470 sarana atau 47,8 persen dinyatakan tidak memenuhi ketentuan.

Rincian pelanggaran di 470 sarana tersebut meliputi:

  • Distributor ritel kosmetik: 372 sarana (79,15 persen)
  • Klinik dan salon kecantikan: 69 sarana (14,68 persen)
  • Pengecer atau reseller kosmetik: 14 sarana (2,98 persen)
  • Importir kosmetik: 6 sarana (1,28 persen)
  • Badan Usaha Pemilik Notifikasi (BUPN) kosmetik: 5 sarana (1,6 persen)
  • Industri kosmetik: 4 sarana (0,85 persen)

BPOM menindaklanjuti pelanggaran tersebut dengan sanksi administratif, di antaranya perintah penarikan produk, pemusnahan produk, penghentian sementara kegiatan usaha, pencabutan izin edar, dan pencabutan sertifikat Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB).

"Selain pemberian sanksi administrasi oleh BPOM terhadap pelaku usaha, khususnya importir, juga telah direkomendasikan sanksi hingga penutupan akses importasi kosmetik kepada Direktur Jenderal, Bea dan Cukai (Kemenkeu)," ujar Taruna.

Ia menambahkan, “Pemberian sanksi ini diharapkan dapat memberikan efek jerah bagi pelaku usaha hingga ke depan kepatuhan pelaku usaha kosmetik akan meningkat dalam penjaminan peredaran kosmetik yang aman, bermutu, dan berdaya saing.”

Penulis :
Arian Mesa