
Pantau - Anggota Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) DPRD DKI Jakarta, Ali Lubis, mengusulkan agar pengesahan regulasi tersebut ditunda dan ditinjau ulang karena dinilai belum mengakomodasi kepentingan seluruh kelompok masyarakat terdampak.
“Sebagai anggota pansus, ini harus ditunda pengesahannya. Dalam proses pembahasan kemarin, saya sebagai anggota Pansus mengakui belum semua stakeholder diundang untuk menyampaikan aspirasinya termasuk soal dampak ekonomi,” ujar Ali, Jumat (19/12/2025).
UMKM Perlu Dilibatkan, Jangan Ada yang Ditinggalkan
Ali menilai sejumlah pasal dalam Raperda KTR berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap kelompok masyarakat kecil, seperti pedagang kelontong, warung tradisional, serta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Ia menegaskan bahwa suara masyarakat dari sektor tersebut harus menjadi pertimbangan utama dalam pembahasan lanjutan.
“Kalau bisa jangan buru-buru. Kepada teman-teman lain di DPRD semoga juga dapat mendukung saran saya ini karena memang masih ada hal-hal lain yang luput,” tambahnya.
Menurutnya, dalam proses pembentukan regulasi, tidak boleh ada pihak terdampak yang tidak diajak berdialog atau menyampaikan aspirasi.
Pengamat: Raperda KTR Perlu Evaluasi Naskah Akademik dan Dasar Hukum
Usulan penundaan juga disambut oleh pengamat hukum tata negara, Ali Rido, yang menyebut bahwa terdapat dua catatan penting dalam penyusunan Raperda KTR, terutama terkait keabsahan naskah akademik (NA) yang menjadi dasar penyusunan peraturan.
“NA ini sebagai primary identity dari peraturan perundang-undangan. NA ini perlu disusun ulang karena masih memasukkan peraturan yang secara prinsip sudah tidak berlaku,” jelasnya.
Salah satu yang disorot adalah penggunaan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang menurutnya sudah tidak relevan karena telah digantikan atau direvisi melalui regulasi terbaru.
Ali Rido juga mencatat adanya 11 putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang secara tegas menyatakan bahwa tembakau adalah produk legal.
“Oleh karena itu, sesuai dengan perintah MK, regulasi yang menyangkut ekosistem pertembakauan harus fokus pada pengaturan, bukan pelarangan total,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa regulasi seharusnya mengatur aktivitas penggunaan produk tembakau, bukan produk tembakaunya itu sendiri.
“Karena produknya jelas adalah entitas yang legal,” tutupnya.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf







