
Pantau - Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menegaskan pentingnya menjaga arah kebijakan pendidikan nasional agar tidak berhenti pada capaian kuantitatif, melainkan berfokus pada peningkatan mutu dan keadilan pendidikan menjelang 2026.
Arah Kebijakan Pendidikan 2026: Mutu, Pemerataan, dan Responsif
Dalam refleksi akhir tahun 2025, Hetifah menyampaikan bahwa orientasi pendidikan ke depan harus mengarah pada penguatan kualitas pembelajaran, peningkatan kompetensi guru, dan pemerataan mutu pendidikan, terutama di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar.
Ia mengapresiasi berbagai program strategis pemerintah sepanjang 2025, termasuk Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC), namun menekankan bahwa pembangunan fisik dan distribusi infrastruktur bukanlah tujuan akhir pendidikan.
“Memasuki 2026, orientasi kebijakan pendidikan harus bergeser pada penguatan kualitas pembelajaran, peningkatan kompetensi guru, serta pemerataan mutu pendidikan, khususnya di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar,” ujarnya.
Ia juga menyoroti pentingnya memaknai digitalisasi pendidikan secara lebih substansial, tidak sekadar berdasarkan jumlah perangkat yang didistribusikan.
Menurutnya, keberhasilan transformasi digital ditentukan oleh pemanfaatan bermakna di ruang kelas, kesiapan guru, dan kualitas konten pembelajaran.
Hetifah menyampaikan kekhawatirannya atas pengembangan SMA Unggul Garuda yang berpotensi tidak merata, dan mendorong agar akses terhadap pendidikan unggulan juga dibuka di wilayah kurang terlayani.
Selain itu, Komisi X DPR RI turut memberi perhatian terhadap Program Sekolah Rakyat dan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang meski bukan mitra langsung, dinilai menyasar kelompok rentan dan berdampak besar secara sosial.
Pelaksanaan program tersebut, kata Hetifah, harus berbasis data, memiliki kriteria penerima manfaat yang jelas, serta dikelola secara transparan dan akuntabel.
Perlindungan Guru dan Revisi UU Pendidikan Jadi Prioritas
Dalam hal kesejahteraan pendidik, Hetifah mengapresiasi sejumlah langkah pemerintah seperti transfer langsung tunjangan profesi, pemberian insentif guru honorer, dan dukungan peningkatan kualifikasi akademik.
Namun, ia menekankan perlunya penguatan kebijakan melalui penataan status kerja, perlindungan kerja, pembinaan karier, dan peningkatan kompetensi guru secara berkelanjutan.
“Guru adalah pilar utama reformasi pendidikan. Tanpa kesejahteraan dan dukungan yang adil, peningkatan mutu pendidikan sulit diwujudkan secara berkelanjutan,” tegasnya.
Hetifah juga menyoroti meningkatnya kasus perundungan dan kekerasan di sekolah sepanjang 2025, yang menurutnya menjadi alarm penting bahwa lingkungan pendidikan harus menjadi ruang aman dan bermartabat.
Komisi X DPR RI mendorong penguatan sistem pencegahan kekerasan dan memastikan regulasi yang sudah ada berjalan secara efektif.
Pengalaman pendidikan di wilayah terdampak bencana pada akhir 2025 turut menjadi sorotan, di mana Hetifah mendorong agar pendidikan hadir sejak masa tanggap darurat dan respons kebijakan dilakukan secara cepat, terukur, dan terkoordinasi.
Sebagai bagian dari agenda pembaruan 2026, Hetifah menyebut revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional menjadi momentum penting untuk menyederhanakan regulasi melalui pendekatan kodifikasi.
Ia berharap revisi ini mampu memperkuat perlindungan dan kesejahteraan guru serta menjamin pendanaan pendidikan yang berkelanjutan.
“Pendidikan adalah investasi jangka panjang bangsa. Evaluasi 2025 dan harapan 2026 merupakan komitmen moral dan politik untuk memastikan setiap anak Indonesia memperoleh pendidikan yang bermutu, aman, dan berkeadilan,” pungkas Hetifah.
- Penulis :
- Gerry Eka








