Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

POPSI Dorong Penertiban Sawit yang Adil dan Berbasis Reforma Agraria demi Kepastian Hukum Petani

Oleh Gerry Eka
SHARE   :

POPSI Dorong Penertiban Sawit yang Adil dan Berbasis Reforma Agraria demi Kepastian Hukum Petani
Foto: (Sumber: Ilustrasi - Salah satu lokasi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur. (ANTARA/Norjani).)

Pantau - Perkumpulan Organisasi Petani Sawit Indonesia (POPSI) mendorong penertiban sawit dilakukan secara adil dan berbasis kepastian hukum demi melindungi kepentingan petani kecil serta menjaga keberlanjutan usaha perkebunan rakyat.

Penekanan pada Kepastian Hukum dan Keadilan Sosial

POPSI menyatakan bahwa dialog dan penyandingan data antara pemerintah dan masyarakat sangat penting untuk memastikan kebijakan penataan sawit berjalan adil dan akuntabel.

"Ruang dialog dan penyandingan data antara pemerintah dan masyarakat akan membantu memastikan kebijakan berjalan adil dan akuntabel," ungkap POPSI dalam pernyataan resminya.

Dalam konteks pelaksanaan Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) Nomor 20 Tahun 2025, diperlukan transparansi data, partisipasi publik, dan mekanisme keberatan yang jelas.

Kepastian hukum dinilai krusial untuk menjaga iklim usaha nasional, terutama bagi petani sawit yang rentan secara akses terhadap legalitas lahan.

Pemerintah juga didorong menyusun peta jalan penataan sawit yang komprehensif dan mudah dipahami oleh petani serta pelaku usaha lainnya.

POPSI menekankan perlunya perhatian khusus kepada petani kecil dan masyarakat hukum adat agar proses penertiban tidak menimbulkan dampak sosial negatif.

Reforma Agraria dan Pelibatan Petani Jadi Kunci Keberlanjutan

Legalisasi berbasis reforma agraria dan perhutanan sosial dinilai dapat mengakomodasi kepentingan lingkungan sekaligus menjaga keberlanjutan ekonomi masyarakat.

" Dengan pendekatan yang inklusif dan berkeadilan, penertiban sawit dapat menjadi bagian dari solusi besar pembangunan nasional," lanjut POPSI.

Petani tetap harus dilibatkan sebagai pelaku ekonomi utama, antara lain melalui peningkatan akses perizinan, kepatuhan terhadap prinsip lingkungan, serta pembinaan berkelanjutan.

" Penertiban akan lebih efektif bila petani tetap menjadi bagian dari solusi, bukan sekadar objek kebijakan," tegasnya.

Kebijakan juga harus dijalankan secara hati-hati agar menghasilkan kepastian hukum, rasa keadilan, dan keberlanjutan usaha bagi petani sawit rakyat.

POPSI menyoroti bahwa pemerintah dalam menertibkan kawasan hutan merujuk pada Pasal 33 UUD 1945, namun pelaksanaannya harus tetap menjamin peran negara sebagai pengatur dan penjamin keadilan, bukan semata-mata sebagai pelaku usaha.

Mereka menekankan pentingnya penyelesaian status hukum kebun sebelum ada pengelolaan oleh pihak lain.

" Ketika status hukum kebun belum ditetapkan secara definitif, pendekatan yang transparan dan dialogis akan sangat membantu membangun kepercayaan petani dan pelaku usaha," tandas POPSI.

Penulis :
Gerry Eka