
Pantau - Komnas Perempuan menilai penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) masih sangat terbatas meskipun telah disahkan sebagai payung hukum penting dalam penanganan kekerasan seksual di Indonesia.
Pernyataan ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komnas Perempuan, Dahlia Madanih, dalam rangkaian kegiatan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKtP) di Palu, Sulawesi Tengah.
Laporan Kekerasan Masih Rendah, Literasi Hukum Jadi Tantangan
Komnas Perempuan mencatat bahwa sejumlah kabupaten di Sulawesi Tengah menunjukkan nol laporan kekerasan seksual, kondisi yang dinilai tidak mencerminkan situasi riil di lapangan.
Faktor penyebab rendahnya pelaporan antara lain:
Minimnya literasi hukum di kalangan masyarakat.
Kuatnya stigma sosial terhadap korban kekerasan seksual.
Masih dominannya penyelesaian melalui hukum adat, termasuk dalam kasus perkawinan anak dan kekerasan seksual.
KBGO Belum Jadi Prioritas, Perspektif Penegak Hukum Masih Lemah
Komnas Perempuan juga menyoroti keterbatasan penanganan kekerasan berbasis gender online (KBGO).
Direktorat Siber Polda Sulawesi Tengah dinilai lebih fokus pada kasus pornografi dan judi online, sementara kasus KBGO belum mendapatkan penanganan optimal.
Selain itu, perbedaan perspektif di kalangan penegak hukum menjadi penghambat utama implementasi UU TPKS.
Banyak kasus kekerasan seksual dihentikan atau ditolak dengan dalih “suka sama suka”, meskipun terdapat indikasi kuat adanya relasi kuasa dan kerentanan korban, yang seharusnya menjadi pertimbangan utama sebagaimana diatur dalam UU TPKS.
Dorongan Komnas Perempuan: Gunakan UU TPKS Secara Maksimal
Komnas Perempuan mendesak aparat penegak hukum untuk meningkatkan pemahaman terhadap UU TPKS dan mengedepankan pendekatan berbasis perspektif korban.
Tujuannya agar hukum ini digunakan secara maksimal dalam penanganan kasus kekerasan seksual dan tidak hanya menjadi instrumen normatif.
Langkah ini dinilai penting untuk memperkuat perlindungan hukum bagi korban serta mendorong keberanian masyarakat dalam melaporkan kekerasan seksual yang mereka alami.
- Penulis :
- Gerry Eka







