
Pantau.com - Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komaruddin mengatakan, Indonesia membutuhkan keberadaan oposisi konstruktif untuk mengawal kinerja pemerintahan sesuai dengan visi dan misi yang telah dijanjikan ke masyarakat.
"Kalau kita ingin membangun bangsa yang sehat, demokrasi yang sehat, ya perlu oposisi yang kuat dan konstruktif, konstruktif yakni tidak hanya mengawasi dan mengkritisi tapi juga ikut membangun," kata Ujang Komaruddin, di Jakarta, Senin, 15 Juli 2019.
Ujang menilai, tidak perlu partai politik yang awalnya berseberangan dengan koalisi pengusung Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) untuk merapat bergabung menjadi satu dalam pemerintahan.
Baca juga: Amien Rais: Demokrasi Tanpa Oposisi Itu Bodong!
Jika memang terjadi rekonsiliasi, lanjut Ujang, maka model yang seharusnya adalah berbagi tugas sesuai proporsi masing-masing, bukan berbagi kekuasaan.
"Rekonsiliasi memang perlu kalau bukan soal power sharing, nah persoalannya yang direkonsiliasi sekarang ini soal power sharing, dan kita akui pasti ke situ arahnya," ujarnya.
Selain itu menurut Ujang, jika rekonsiliasi berbagi kekuasaan, maka nantinya tidak akan ada yang menjadi oposisi murni dan konstruktif, akibatnya pemerintahan berjalan tanpa pengawasan yang baik.
Baca juga: Petinggi PAN Ajak PKS dan Gerindra Setia Jadi Oposisi
Ujang menambahkan rekonsiliasi berbagi kekuasaan ini berkembang karena pihak yang berseberangan dengan presiden terpilih sudah memikirkan investasi politik jangka panjang, untuk 2024.
"Mereka enggan menjadi oposisi, dengan menjadi oposisi mereka menderita, tidak ada akses kekuasaan, jabatan, modal finansial dari kementerian yang dijabat, sehingga menghadapi 2024 mereka tidak siap ketika menjadi oposisi," pungkas Ujang.
- Penulis :
- Sigit Rilo Pambudi










