
Pantau.com - Twitter dan Facebook telah menutup sedikitnya 80 akun yang selama ini menjalankan propaganda Indonesia tentang Papua. Akun-akun tersebut diduga terkait dengan sejumlah situs berita yang mempublikasikan propaganda pro-pemerintah Indonesia.
Melansir ABC News, penutupan ini dilakukan setelah kantor berita Reuters menemukan ada sekitar 10 situs yang menerbitkan konten yang mendukung tindakan TNI dan polisi dalam menumpas gerakan separatis di provinsi Papua.
Sejumlah situs yang pro-pemerintah RI itu diketahui dikelola dan didanai oleh TNI, dengan berkedok sebagai sumber berita independen.
November tahun lalu, bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional, Kolonel Muhammad Aidi, penasihat intelijen Kopassus pernah memberikan penghargaan kepada Yunanto Nugroho, seorang perwira TNI yang juga bertugas mengkoordinir situs-situs tersebut.
Ia mengatakan Yunanto sebagai seorang operator komputer militer telah membantu membuat dan mengelola banyak situs berita, sebagai bagian dari "upaya militer" dengan bermitra bersama relawan dari kalangan non-militer, termasuk beberapa wartawan.
Baca juga: Kapolda Papua: Kelompok Kriminal Bersenjata Ingin Gagalkan PON 2020
Kitaorangpapuanews.com selintas memiliki tampilan seperti Detik.com (Foto: kitaorangpapuanews.com)
"Situs resmi TNI tidak dapat mempublikasikan semua yang kita lakukan, jadi ada beberapa kantor berita yang telah mendukung kami melaporkan berita positif, serta melawan situs negatif, atau berita-berita palsu," katanya.
Pemberitaan dari situs-situs tersebut kemudian secara aktif disebarkan oleh sejumlah akun Twitter dan Facebook. Kantor berita Reuters menemukan setidaknya ada 80 akun di Facebook dan Twitter yang terkait situs tersebut.
Sebelumnya, Benjamin Strick, yang juga seorang penyelidik Open Source, menemukan sebuah network atau jaringan akun bot yang menyebarkan konten-konten yang mendukung pemerintah Indonesia melalui jejaring sosial.
Tidak diketahui pasti siapa pemiliknya, akun-akun bots promosikan sejumlah kegiatan pemerintah Indonesia di Papua. (Foto: Bellingcat, Benjamin Strick)
Kepada ABC, Benjamin mengaku telah melakukan investigasi pada seluruh unggahan di Twitter dengan tag #WestPapua dan #FreeWestPapua, antara tanggal 29 Agustus hingga 2 September tahun lalu.
Data yang ia miliki kemudian divisualisasikan dengan menggunakan sebuah program online.
"Saya kemudian dapat melakukan analisa network untuk melihat siapa para influencer dari dua topik tadi," ujar Ben yang juga kontributor Bellingcat, sebuah situs jurnalisme investigasi dan pengecekan fakta yang berbasis di Inggris.
Benjamin mengaku ia menemukan banyak otomotisasi yang datang dari sebuah newtork. "Setelah diselidiki mereka semua adalah bots yang mempromosikan kegiatan pemerintah Indonesia di Papua Barat."
Baca juga: Ada Kasus Penembakan di Papua, Mahfud MD Pastikan PON Jalan Terus
Beberapa diantara akun-akun tersebut menggunakan foto profil atau animasi seolah sebagai warga Papua atau aktivis "Papua Merdeka". Akun-akun ini tidak hanya memuji pendekatan TNI untuk "mengatasi masalah seperatisme", tapi juga mengkritik para pendukung Referendum Papua.
Twitter mengaku menutup lebih dari 60 akun yang tampaknya menggunakan identitas palsu. Saat akun-akun tersebut dicoba untuk diakses, muncul tulisan "Akun Ditutup". Twitter menutup akun yang melanggar ketentuan platform tersebut.
Tapi juru bicara Twitter menolak menjelaskan alasan penutupan tersebut. Sementara itu, juru bicara Facebook menyatakan, pihaknya telah menutup "sejumlah akun" yang ditandai dilaporkan oleh Reuters. Alasan penutupan itu, katanya, karena melanggar standar komunitas Facebook.
Oktober tahun lalu, Facebook juga menutup akun-akun palsu yang memposting konten tentang gerakan Papua Merdeka. Pihak militer Indonesia yang dihubungi belum memberikan tanggapan.
- Penulis :
- Noor Pratiwi