
Pantau - Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri mengungkap peran lima tersangka dalam kasus penipuan bermodus manipulasi data e-mail atau business e-mail compromise. Akibatnya, kasus ini menimbulkan kerugian mencapai Rp32 miliar.
Jadi ada lima tersangka yang berhasil ditangkap pada Kamis (25/4), mereka terdiri dari tiga Warga Negara Indonesia (WNI) yakni DM alias L, YC, dan I, serta ada Warga Negara Asing (WNA) asal Nigeria, CO alias O dan EJA aliaas E. Kasus penipuan ini bermula dari CO yang meminta DM dan EJA mencari orang membuat e-mail palsu dan rekening bank penangmpungan.
"CO berperan memerintahkan dan menyuruh L dan E untuk mencari orang guna membuat perusahaan dengan nama PT Huttons Asia International," kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Pol Himawan Bayu Aji, saat jumpa pers, Selasa (7/5/2024).
Kemudian, EJA berkerja sama dengan DM merekrut YC dan I untuk melakukan pembuatan perusahaan palsu dengan nama PT Huttons Asia International. EJA bersama DM juga disebut membatu CO membuat rekening yang digunakan untuk menampung uang hasil kejahatan.
"(DM alias L) Merekrut YC dan I untuk melakukan pembuatan perusahaan palsu dengan nama PT Hutons Asia Internasional atas perintah O, otak dari PT Hutons Asia Internasional," katanya.
Selanjutnya, I bersama dengan YC berperan membuat perusahaan fiktif dengan nama PT Huttons Asia International. Keduanya masing-masing mendapat komisi sebesar lima persen dan sepuluh persen dari uang hasil kejahatan yang mereka peroleh.
Lebih lanjut, kelima tersangka ini bisa menjalani aksi penipuannya berkat WN Nigeria lainnya berinisial S yang berperan sebagai hacker. Kini S masih diburu polisi dengan mengirimkan red notice ke Interpol.
Untuk diketahui, DM merupakan residivis Polda Metro Jaya atas perkara yang sama pada 2018, selain itu ada perkara uang palsu di Bareskrim Polri pada 2020.
Sebagai informasi, kasus email palsu ini terungkap dari adanya laporan Kepolisian Singapura kepada Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri tanggal 18 Agustus 2023. Dari laporan tersebut, diterrbitkan laporan polisi yang teregister A/12/VIII/SPK tertanggal 18 Agustus 2023.
Adapun modus para tersangka adalah memalsukan alamat email perusahaan untuk mendapatkan transfer dana. Perusahaan asal Singapura menjadi korban mereka. Jadi para tersangka mendirikan perusahaan fiktif kemudian berkomunikasi soal bisnis dengan perusahaan di Singapura.
Transaksi dilakukan sehingga perusahaan di Singapura mengirimkan uang ke perusahaan fiktif milik para tersangka. Atas kejadian ini, korban mengalami kerugaian materil dengan jumlah fantastis.
"Mengelabui korban dengan menggunakan email palsu, yaitu mengganti posisi alfabet atau menambahkan beberapa, satu, atau beberapa alfabet pada alamat email sehingga menyerupai aslinya, kemudian pelaku mengirimkan rekening palsu yang telah dibuat oleh pelaku yang berada di Indonesia," ujar Himawan.
"Atas kejadian tersebut korban mengalami kerugian materiil Rp32 miliar," lanjutnya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 51 Ayat 1 juncto Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 378 KUHP dan Pasal 55 ayat 1 KUHP serta Pasal 82 dan Pasal 85 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana dan/atau Pasal 3, Pasal 5 ayat 1, Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 20 tahun.
- Penulis :
- Firdha Riris
- Editor :
- Fithrotul Uyun