Pantau Flash
HOME  ⁄  News

Kecelakaan Maut di Ciater, Pengamat: Perlu Cetak Biru Pendidikan Agar Study Tour Dapat Diatur

Oleh Sofian Faiq
SHARE   :

Kecelakaan Maut di Ciater, Pengamat: Perlu Cetak Biru Pendidikan Agar Study Tour Dapat Diatur
Foto: Mobil derek berusaha mengevakuasi bus kecelakaan di Ciater, Subang, Jabar, Sabtu (11/5/2024) malam - ANTARA/Raisan Al Farisi

Pantau - Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji menyatakan bahwa Indonesia perlu memiliki cetak biru pendidikan agar kegiatan seperti study tour dapat diatur dengan benar. 

"Kita harus punya cetak biru pendidikan Indonesia, sebenarnya anak-anak Indonesia itu mau dididik seperti apa, prosesnya seperti apa, ini kan selama ini belum jelas, termasuk konsep study tour atau bakti sosial, bisa (dikemas) jadi semacam kuliah kerja nyata (KKN), jadi anak-anak tinggal di desa, hidup dengan warga di sana, itu kan bagian dari pengalaman hidup mereka," kata Indra di Jakarta, Minggu (12/5/2024).

Ia juga menegaskan, cetak biru tersebut akan menjadi acuan atau desain utama kurikulum di Indonesia, agar kurikulum tidak terus berganti mengikuti pergantian kepemimpinan, yang di dalamnya juga tentu mengatur tentang widyawisata atau study tour siswa.  

"Jadi study tour itu mesti bisa memberi pengalaman yang kontekstual, perspektif, cakrawala, dan cara pandang yang berbeda bagi siswa, didesain dalam blue print, apa manfaat dan risikonya, dalam blue print tersebut, termasuk bagaimana transportasinya, apakah pemerintah mempersiapkan transportasi yang aman, jangan sampai tujuannya baik tetapi nyawanya harus hilang," tuturnya.

Baca Juga: Kemenhub Bus Kecelakaan Maut di Ciater Tak Berizin, Uji Berkala Kadaluwarsa

Ia mengemukakan, tragedi kecelakaan bus di Subang, Jawa Barat, pada Sabtu (11/5), yang menewaskan 11 orang siswa SMK asal Depok, menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk segera membuat cetak biru pendidikan yang memadai.  

"Yang terjadi sekarang kan bisa jadi karena uangnya terbatas, jadi mencari yang murah, jadi berisiko ternyata remnya blong, di cetak biru itu nanti diatur bagaimana mendesain program itu agar aman untuk semua," ujarnya.

Ia juga menyinggung rekomendasi dari Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) pada hasil penilaian pelajar internasional atau PISA tahun 2018 yang tidak menyebutkan bahwa Indonesia harus mengganti kurikulum.  

"Di tahun 2018 itu, tertulis kok di rekomendasi PISA, karena Indonesia kan baru saja mengganti kurikulumnya (2013). Rekomendasinya itu memastikan semua guru mendapatkan pelatihan yang baik sehingga mereka bisa menjadi agen perubahan kurikulum, jadi bukan mengganti kurikulum, tetapi meningkatkan kompetensi guru-gurunya," imbuhnya.

Baca Juga: Kegiatan Study Tour Bakal Dievaluasi Besar-besaran Usai Bus Rombongan Pelajar Kecelakaan Maut di Subang

Untuk itu, dia berpesan agar pendidikan tak hanya jadi sarana untuk mencari keuntungan atau komersialisasi, tetapi benar-benar ditujukan untuk pembangunan manusia.

"Kalau kita bicara sekolah negeri, harusnya semua kegiatan seperti study tour itu dibiayai oleh pemerintah, agar tidak berpotensi menjadi proyek-proyek, entah memang untuk menutupi anggaran yang bolong atau bahkan untuk kepentingan oknum sekolah. Kalau itu dibiayai pemerintah, jadi resmi program pemerintah yang sudah didesain," ujarnya.

Menurutnya, momentum pergantian menuju Presiden dan Wakil Presiden yang baru menjadi harapan untuk memfokuskan pendidikan pada pembangunan manusia, utamanya peningkatan kapasitas para guru.

"Ini momentum yang tepat, kita punya Presiden yang baru, wakil rakyat yang baru, harapan saya Pak Prabowo bisa memfokuskan pada pembangunan manusia, untuk disiapkan dengan tepat, mulai membenahi pabrik guru," pungkasnya.

Baca Juga: Kecelakaan Maut di Ciater Subang jadi Tamparan bagi Disdik Depok

Penulis :
Sofian Faiq
Editor :
Sofian Faiq