
Pantau - Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek, Anindito Utomo menegaskan, 177 buku sastra hanya berfungsi sebagai alat bantu.
Ia menambahkan, semua buku yang tercantum dalam ‘Panduan Rekomendasi Penggunaan Buku Sastra’ bukan sebagai kewajiban bagi guru dalam proses pembelajaran.
"Sebenarnya bebas. Ini kan, bukan kewajiban. Melainkan alat bantu saja," ujar Anindito saat dihubungi, Jumat (31/5/2024).
Anindito menjelaskan, pemilihan 177 buku sastra tersebut dilakukan berdasarkan prioritas. Menurutnya, Kemendikbudristek tidak dapat membuat panduan untuk semua buku yang ada di pasaran.
"Guru sangat boleh menggunakan karya sastra yang mereka anggap cocok. Tapi, Kemendikbud tentu tidak bisa membuat panduan untuk semua buku yang beredar. Masalah prioritas saja," jelasnya.
Hal terpenting, lanjut Anindito, adalah penggunaan buku sastra yang sesuai dengan tujuan pembelajaran di kurikulum.
Guru memiliki kebebasan untuk memilih bahan ajar asalkan sesuai dengan capaian pembelajaran yang diharapkan.
"Pedomannya bagi guru adalah capaian pembelajaran di kurikulum. Guru bebas menggunakan bahan ajar asal sesuai dengan tujuan pembelajaran," katanya.
Sebelumnya, Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah dan Komisi X DPR RI sempat meminta Kemendikbudristek untuk menarik buku panduan tersebut.
Permintaan ini didasarkan pada kekhawatiran bahwa daftar buku sastra untuk siswa SD hingga SMA tersebut mengandung hal-hal yang dianggap menyimpang.
- Penulis :
- Aditya Andreas