
Pantau - Rencana Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk menerapkan kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek melalui Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) menuai kritik dari sejumlah anggota DPR RI.
Mereka menilai, kebijakan tersebut merugikan masyarakat kecil yang menggantungkan hidupnya pada industri hasil tembakau, seperti petani dan peritel.
Kebijakan ini merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 (PP 28/2024), yang sejak awal sudah menjadi polemik.
Anggota Komisi IX DPR RI, Nur Nadlifah menyoroti ketidakpatuhan Kemenkes dalam proses pembuatan peraturan yang dianggap minim transparansi, serta tidak melibatkan pihak-pihak terdampak, terutama dari sektor industri tembakau.
"RPMK dan PP 28/2024 tidak sesuai dengan kesepakatan awal antara Komisi IX dan Kemenkes pada pembahasan UU Omnibus Kesehatan," tegasnya, Selasa (17/9/2024).
Nadlifah juga memperingatkan, penerapan kemasan rokok polos berpotensi memperburuk peredaran rokok ilegal.
"Kebijakan ini dapat membuka peluang semakin maraknya rokok ilegal di masyarakat, yang pada gilirannya menyulitkan pemerintah dalam mengatur penerimaan cukai," ujarnya.
Ia menekankan, peraturan tersebut seharusnya tidak hanya fokus pada kesehatan, tetapi juga mempertimbangkan dampak ekonomi, khususnya bagi sektor industri hasil tembakau yang merupakan komoditas strategis nasional.
Nadlifah juga menuntut agar proses pembuatan peraturan dilakukan secara inklusif dan transparan, dengan melibatkan seluruh pihak terkait, terutama masyarakat kecil yang paling terdampak oleh kebijakan ini.
"Komisi IX dan Kemenkes seharusnya bersepakat untuk bersama-sama mengawal kebijakan sejak UU Omnibus Kesehatan. Namun, pembuatan PP 28/2024 dan RPMK justru tidak melalui konsultasi dengan kami," pungkasnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas