HOME  ⁄  News

Saksi Ungkap Pengacara Ronald Tannur Masih Setor Rp10 Juta Usai Putusan

Oleh Laury Kaniasti
SHARE   :

Saksi Ungkap Pengacara Ronald Tannur Masih Setor Rp10 Juta Usai Putusan
Foto: Sidang pemeriksaan saksi kasus dugaan suap dan grarifikasi atas vonis bebas Ronald Tannur di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (7/1/2025). (ANTARA/Agatha Olivia Victoria)

Pantau - Dalam sidang lanjutan kasus hukum yang melibatkan terdakwa Ronald Tannur, Panitera Muda Pidana Pengadilan Negeri Surabaya bernama Uji Astuti dihadirkan jaksa sebagai saksi kasus suap dan gratifikasi dengan terdakwa tiga hakim nonaktif PN Surabaya, Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.

Persidangan tersebut digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (21/1). Uji mengungkapkan bahwa pengacara terdakwa, Lisa Rachmat mengirimkan uang sebesar Rp10 juta usai pembacaan putusan bebas. Uang tersebut diberikan Lisa melalui petugas satpam pengadilan bernama Sepyoni.

"Menyampaikan Rp10 juta itu yang pertama kali, kan tadi Ibu menerangkan pernah saya kembalikan ke Sepyoni (satpam PN Surabaya)?" tanya jaksa.

"Bukan mengembalikan, jadi gini. Pak Sepyoni datang, 'Bu ini ada titipan dari Bu Lisa'," jawab Uji.

"Tanggal 20? tanya jaksa.

"Pas habis putusan itu," jawab Uji.

"Masih di hari putusan itu?" tanya jaksa.

"Iya. Terus saya bilang, 'kok berani-beraninya. Sana, kembalikan'," jawab Uji.

Uji mengaku bahwa setelah mengetahui tentang uang tersebut, dia langsung meminta Sepyoni untuk mengembalikannya kepada Lisa. Dia mengatakan telah menolak uang itu dua kali saat Sepyoni berusaha memberikan kepadanya.

"Saya ndak terima, saya kembalikan. Karena saya sudah merasa menyuruh kembalikan, berapa waktu saya udah nggak ada kabar lagi. Setelah beberapa waktu itu, Pak Sepyoni datang lagi ke saya. Datang lagi, 'Bu, ini saya sudah berusaha untuk mengembalikan tapi ndak mau untuk dikembalikan'," jawab Uji.

"Kemudian akhirnya uang tersebut?" tanya jaksa.

"Saya belum menerimanya lagi, saya bilang, 'Itu tanggung jawabmu.' Terus akhirnya saya nggak ada kabar lagi. Nah yang ketiga itu sekitar akhir Oktober si Pak Sepyoni datang. Datang dengan menyampaikan bahwa, 'Bu, uangnya sudah terlalu lama di saya, saya minta maaf saya khilaf'," jawab Uji.

"Itu pada saat kejadian adanya pada kejadian tanggal 23 atau Oktober kapan kira-kira?" tanya jaksa.

"Akhir Oktober," jawab Uji.

Namun akhirnya Uji menerima uang tersebut pada penyerahan ketiga oleh Sepyoni. Keterangan dari Uji, uang tersebut masih ada dan ingin mengembalikannya ke penyedik.

Namun, pada akhirnya Uji menerima uang tersebut pada penyerahan ketiga yang dilakukan oleh Sepyoni, Menurut keterangan Uji, uang itu masih ada dan ingin mengembalikannya kepada pihak penyidik.

"Terkait dengan pemberian uang Sepyoni itu yang tadi ibu bilang setelah putusan, Sepyoni berusaha mau ngasih ibu Rp 10 juta itu, Ibu tolak. Kedua, Ibu tolak. Kemudian ketiga, Ibu terima. Berapa yang Ibu terima?" tanya jaksa.

"Jumlahnya Rp 10 juta saya terimanya Rp 9,5 juta," jawab Uji.

"Rp 500 ribunya buat Sepyoni?" tanya jaksa.

"Iya," jawab Uji.

"Uang itu ibu kasih lagi ke lain atau ibu pergunakan untuk keperluan ibu atau buat apa?" tanya jaksa.

"Uangnya masih ada sampai saat ini, ada niat waktu di penyidik mau mengembalikan tapi katanya ya kalau uang sudah di tangan sudah susah Bu," jawab Uji.

Diketahui sebelumnya, tiga hakim PN Surabaya terdakwa menerima suap Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura atau setara Rp 3,6 miliar terkait vonis bebas Ronald Tannur. Ketiga hakim itu ialah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.

"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, hakim yaitu Terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul yang memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama Gregorius Ronald Tannur, berdasarkan Penetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Kelas IA Khusus Nomor 454/Pid.B/2024/PN Sby tanggal 05 Maret 2024, yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan SGD 308.000 (tiga ratus delapan ribu dolar Singapura)," kata jaksa penuntut umum.

Penulis :
Laury Kaniasti