HOME  ⁄  Olahraga

Intip Profil Kusuma Wardhani, Sang Atlet Panahan dengan Segudang Prestasi

Oleh Yohanes Abimanyu
SHARE   :

Intip Profil Kusuma Wardhani, Sang Atlet Panahan dengan Segudang Prestasi
Foto: Legenda panahan Indonesia, Kusuma Wardhani. (Tangkap layar akun Instagran @kemenpora)

Pantau - Kusuma Wardhani semasa hidupnya dikenang sebagai Legenda panahan wanita yang berprestasi. Ia bersama dengan dua sahabatnya Nurfitriyana dan Lilies Handayani menyumbang medali perak di Olimpiade Seoul 1988.

Ketiga legenda penahan ini mendapat julukan sebagai 3 Srikandi. Julukan disematkan kepada Kusuma Wardhani, Nurfitriyana, dan Lilies Handayani yang telah mengukir sejarah.

Dalam kehidupan pribadinya, Kusuma Wardhani menikah dengan Adang Adjiji, yang telah lebih dulu wafat pada tahun 2001 silam.

Mendiang suami, Adang Adjiji juga merupakan mantan atlet panahan berprestasi. Dia bersama Donald Pandiangan dan J. Sidik, pernah mendulang medali perunggu dalam ajang Asian Games 1978.

Namun setelah pensiun sebagai atlet, wanita kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan, 20 Februari 1964, hidup serba terbatas. Ditambah lagi, ketika Kusuma pensiun sebagai PNS salah instansi di Makssar, kesulitan mencukupi biaya berobat penyakit yang dideritanya sejak lama.

Lilies menyatakan dirinya sempat berkunjung untuk menjenguk Kusuma di RS Hermina Makassar, Minggu (20/8/2023), mengalami penurunan kesehatan secara drastis pada Selasa (15/8/2023).

Berdasarkan cerita anaknya, Kusuma mengalami stroke karena hipertensi dan penyumbatan darah tinggi yang tensinya sempat menyentuh 244 ketika pertama kali dibawa ke RS.

Menurutnya, ketika ditemui kondisi Kusuma masih dapat merespons dan komunikasi dengan baik. Namun dia (Kusuma) hanya diam dengan mata kosong saat diajak berbicara.

”Awalnya, Kusuma makan obat atau suplemen yang bagus sehingga tubuhnya tetap kuat. Namun, saat pensiun, finansialnya terbatas sehingga cuma bisa membeli obat seadanya yang ternyata membuat kondisinya memburuk,” ujarnya.

Selain itu, Lilies menjelaskan dirinya sempat diskusi dengan Nurfitriyana yang ikut menjenguk, mereka sempat berencana menjual ataupun melelang medali perak Olimpiade 1988 yang bersejarah.

Ide itu muncul karena mereka pun bingung harus membantu seperti apa.

”Itu ide yang berat karena medali itu sangat bersejarah. Namun, kalau memang tidak ada lagi jalan keluar, kami berencana untuk menjual atau melelangnya,” tandasnya.  

Penulis :
Yohanes Abimanyu