
Pantau - Perjalanan timnas Indonesia hampir pasti berakhir pada ajang Piala Dunia U-17 setelah kalah dari Maroko 1-3 beberapa saat lalu.
Meski masih ada harapan lolos melalui jalur tempat ketiga terbaik, namun hanya dengan dua poin yang didapatkan, rasanya nyaris mustahil.
Dalam ajang ini, Indonesia hanya meraih dua poin dari tiga pertandingan. Dua poin itu didapatkan kala menahan imbang Ekuador dan Panama dengan skor identik 1-1.
Meski begitu, penampilan anak asuh Bima Sakti rasanya patut diapresiasi. Pasalnya, pertandingan ini sudah level dunia, bukan hanya sekadar Asia, apalagi Asia Tenggara.
Perlu diingat, Indonesia bisa tampil di Piala Dunia U-17 karena privilege sebagai tuan rumah. Persiapan untuk membentuk tim sangat mepet.
Bahkan, bisa dibilang ajang ini sebagai pengobat kekecewaan masyarakat Indonesia akibat gagalnya pelaksanaan Piala Dunia U-20 beberapa waktu lalu.
Menyambut kejuaraan ini, PSSI mesti bersafari ke sejumlah daerah untuk melakukan seleksi bagi pemain timnas U-17, meski tampaknya tak ada satu pun pemain yang masuk pada akhirnya.
Tak hanya itu, PSSI juga mencari para pemain diaspora di luar negeri untuk menambal kekurangan. Terpilihlah tiga remaja yang ada di skuad saat ini, yakni Welber Jardim, Ji Da Bin, dan Amar Brkic.
Jika melihat dari semua proses yang serba instan itu, maka hasil yang didapatkan saat ini sesungguhnya cukup memuaskan.
Prediksi sejumlah pihak yang menganggap Indonesia akan menjadi lumbung gol bagi lawan-lawannya sama sekali tidak terbukti.
Iqbal Gwijangge dkk. bisa tampil mengimbangi lawan yang sudah berpengalaman main di level dunia tanpa gentar.
Meski tergabung di Grup A melawan tim yang ‘relatif mudah’ seperti Ekuador, Panama, dan Maroko, namun mereka sudah jauh lebih berpengalaman.
Ekuador sudah enam kali tampil dalam ajang Piala Dunia U-17, bahkan mereka mampu menjejakkan kaki di babak perempatfinal pada edisi 1995 dan 2015.
Sementara itu, Panama sudah tiga kali ikut serta di kejuaraan Piala Dunia U-17, sedangkan Maroko baru dua kali bersama pagelaran kali ini.
Dengan mampu menciptakan gol di tiga pertandingan berturut-turut, tentu saja ini sebuah perjuangan yang harus diapresiasi.
Perlu diingat pula, mereka yang ada dalam skuad merupakan para remaja yang setara dengan pelajar tingkat SMA. Rasanya tak adil pula jika kita samakan dengan timnas senior yang sudah profesional.
Mungkin ke depan, perlu ada pembinaan lebih berkelanjutan agar nasib skuad Garuda Muda saat ini, tidak bernasib sama seperti timnas U-19 asuhan Indra Sjafri yang sudah layu sebelum berkembang.
Maka dari itu, jika pun timnas Indonesia harus terhenti dari ajang ini, rasanya bolehlah kita angkat topi.
- Penulis :
- Aditya Andreas