
Pantau - Direktur LBH PSI, Francine Widjojo melihat adanya diskriminasi golongan umur dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait batas usia capres-cawapres tersebut.
"Sebenarnya kami melihat ini adalah diskriminasi golongan umur tapi sayangnya ini tidak dibahas secara detail, tapi nggak apa," kata Francine kepada wartawan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).
Francine pun mengungkit bahwa secara kategori umur, 35 hingga 40 memiliki kategori usia yang sama. Dengan begitu, usia minimal 40 tahun tetap menjadi syarat bagi capres dan cawapres.
"Secara psikologis ya kategori umur 35-40 tahun itu satu kategori umur yang sama, dewasa yang sama jadi sebenarnya,'' tuturnya.
Diketahui, pada putusan tersebut itu diketok oleh sembilan hakim konstitusi. Lebih lanjut, MK juga menolak alasan PSI soal menteri yang tidak ada minimal usia bila menjadi Triumvirat.
"Tidak ada korelasi dengan ketiadaan pengaturan menteri, karena hal ikhwal menteri menjadi hak prerogatif presiden," ucap Arief Hidayat.
Sebelumnya diberitakan, ada sejumlah pihak yang menggugat syarat batas usia capres dan capres ke MK. Perkara nomor 29/PUU-XXI/2023 dimohonkan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Dalam petitumnya, PSI meminta batas usia capres dan cawapres diubah menjadi 35 tahun.
Kemudian, perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023, dengan pemohon Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana dan Sekretaris Jenderal DPP Partai Garuda Yohanna Murtika, yang memohon batas usia capres dan cawapres diubah menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
Selanjutnya ialah perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023, yang diajukan Wali Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan, Lampung, Pandu Kesuma Dewangsa. Dalam petitumnya, kedua kepala daerah itu memohon usia capres dan cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
Berikutnya, perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, dengan pemohon warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A, yang memohon syarat pencalonan capres dan cawapres diubah menjadi berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota.
Selain itu, ada pula perkara Nomor 91/PUU-XXI/2023, yang diajukan oleh mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Arkaan Wahyu Re A, meminta agar batas usia capres dan cawapres diturunkan menjadi sekurang-kurangnya berusia 21 tahun.
Lalu, perkara Nomor 92/PUU-XXI/2023, yang diajukan oleh seorang warga negara Indonesia (WNI) bernama Melisa Mylitiachristi Tarandung, memohon agar batas usia capres dan cawapres diubah menjadi berusia paling rendah 25 tahun
- Penulis :
- Sofian Faiq