
Pantau - Direktur Riset Puskapkum, Indra L. Nainggolan mempertanyakan urgensi perubahan pelaksanaan Pilkada dari 27 November 2024 menjadi September 2024.
“Perubahan ini justru menunjukkan buruknya politik hukum UU Pilkada, tambal sulam dan tampak tanpa melalui perencanaan yang matang,” kata Indra di Jakarta, Minggu (3/12/2023).
Ia menilai argumentasi yang muncul dari pemerintah tentang percepatan Pilkada serentak terlalu berlebihan.
Seperti terdapatnya kekosongan jabatan kepala daerah dan terdapat irisan politik antara Pilpres dan Pilkada jika terdapat skenario Pilpres dua putaran.
“Sejak awal mestinya pemerintah dapat memprediksi soal pilkada serentak ini. Mengapa baru sekarang muncul argumentasi itu? Bahkan muncul opsi Perppu Pilkada,” ujarnya.
Di samping itu, Indra juga menyebut, ada dampak teknis percepatan Pilkada pada September 2024 akan menimpa penyelenggara dan petugas Pilkada.
“Kesiapan penyelenggara menjadi hal utama, apabila dimajukan pilkada 2024 berpotensi pilkada tidak maksimal,” bebernya.
Indra menyebut, Pemilu bukan sekadar menjalankan demokrasi formil pemilihan, tapi secara materiil melibatkan seluruh aspek untuk menghasilkan pemerintahan yang baik.
Ia mendesak pemerintah fokus pada pelaksanaan Pilkada sesuai aturan yang ada.
“Penyelenggara pemilu jangan dibuat bingung dengan ada upaya perubahan UU Pilkada bahkan memunculkan ide Perppu pilkada untuk mempercepat Pilkada,” tandasnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas
- Editor :
- Fadly Zikry