
Pantau - Dalam agama Islam, puasa Ramadhan adalah salah satu ibadah yang penting dan dilakukan oleh umat Muslim di seluruh dunia.
Selama bulan Ramadhan, umat Muslim diwajibkan untuk menahan diri dari makan, minum, dan aktivitas seksual dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Q.S Al Baqarah ayat 183:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
Menurut ulama mencicipi makanan saat berpuasa hukumnya adalah boleh, dengan syarat tidak sampai ditelan, tetapi hanya sampai sebatas lidah saja kemudian langsung dilepeh.
Hal ini sebagaimana telah dijelaskan oleh Syekh Zakariya al Anshari dalam kitab At-Tahrir;
فلا يضر وصول ريح بالشم الى دماغه ولا وصول الطعم بالذوق الى حلقه
“Maka tidaklah membahayakan (puasa) sampainya bau dengan mencium hingga sampai otaknya, dan sampainya makanan dengan mencicipi sampai tenggorokannya.”
Pendapat serupa juga dikatakan oleh Syekh Abdullah bin Hijazi asy-Syarqawi dalam Hasiyah asy-Syarqawi jilid 1, halaman 881, dikatakan bahwa harus segera dikeluarkan dari mulut.
Artinya, jangan sampai makanan tersebut tertelan. Jika sampai tertelan, hukumnya tidak makruh lagi, akan tetapi juga dikatakan batal puasanya.
وذوق طعام خوف الوصول الى حلقه أي تعاطيه لغلبة شهوته. ومحل الكراهة ان لم تكن له حاجة، أما الطباخ رجلا كان أو امرأة ومن له صغير يعلله فلا يكره في حقهما ذلك قاله الزيادي.
Artinya, “Di antara kemakruhan puasa ialah mencicipi makanan karena dikhawatirkan akan menjadi penyebab sampai ke tenggorokan. Dengan kata lain, khawatir bisa sampai pada tenggorokan karena orang puasa sangat besar keinginannya terhadap makanan. Hukum makruh itu sebenarnya apabila tidak ada alasan atau hajat tertentu dari orang yang mencicipi makanan.
Sedangkan mencicipi makanan bagi tukang masak; baik laki-laki maupun perempuan dan orang tua yang berkepentingan mengobati anaknya yang masih kecil. Bagi mereka ini, mencicipi makanan tidaklah makruh. Demikian penjelasan Imam Az-Zayyadi”.
Sumber: bimasislam.kemenag.go.id.
Selama bulan Ramadhan, umat Muslim diwajibkan untuk menahan diri dari makan, minum, dan aktivitas seksual dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Q.S Al Baqarah ayat 183:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
Menurut ulama mencicipi makanan saat berpuasa hukumnya adalah boleh, dengan syarat tidak sampai ditelan, tetapi hanya sampai sebatas lidah saja kemudian langsung dilepeh.
Hal ini sebagaimana telah dijelaskan oleh Syekh Zakariya al Anshari dalam kitab At-Tahrir;
فلا يضر وصول ريح بالشم الى دماغه ولا وصول الطعم بالذوق الى حلقه
“Maka tidaklah membahayakan (puasa) sampainya bau dengan mencium hingga sampai otaknya, dan sampainya makanan dengan mencicipi sampai tenggorokannya.”
Pendapat serupa juga dikatakan oleh Syekh Abdullah bin Hijazi asy-Syarqawi dalam Hasiyah asy-Syarqawi jilid 1, halaman 881, dikatakan bahwa harus segera dikeluarkan dari mulut.
Artinya, jangan sampai makanan tersebut tertelan. Jika sampai tertelan, hukumnya tidak makruh lagi, akan tetapi juga dikatakan batal puasanya.
وذوق طعام خوف الوصول الى حلقه أي تعاطيه لغلبة شهوته. ومحل الكراهة ان لم تكن له حاجة، أما الطباخ رجلا كان أو امرأة ومن له صغير يعلله فلا يكره في حقهما ذلك قاله الزيادي.
Artinya, “Di antara kemakruhan puasa ialah mencicipi makanan karena dikhawatirkan akan menjadi penyebab sampai ke tenggorokan. Dengan kata lain, khawatir bisa sampai pada tenggorokan karena orang puasa sangat besar keinginannya terhadap makanan. Hukum makruh itu sebenarnya apabila tidak ada alasan atau hajat tertentu dari orang yang mencicipi makanan.
Sedangkan mencicipi makanan bagi tukang masak; baik laki-laki maupun perempuan dan orang tua yang berkepentingan mengobati anaknya yang masih kecil. Bagi mereka ini, mencicipi makanan tidaklah makruh. Demikian penjelasan Imam Az-Zayyadi”.
Sumber: bimasislam.kemenag.go.id.
- Penulis :
- Aditya Andreas










