Pantau Flash
HOME  ⁄  Politik

Sejarah Istana Batu Tulis, 'Tempat Keramat' bagi PDIP Tentukan Sikap Politiknya

Oleh Aditya Andreas
SHARE   :

Sejarah Istana Batu Tulis, 'Tempat Keramat' bagi PDIP Tentukan Sikap Politiknya
Pantau - Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri akhirnya secara resmi mengumumkan nama Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo sebagai calon presiden (capres) yang akan diusung pada Pilpres 2024.

Pengumuman ini berlangsung di Istana Batu Tulis, tempat yang kerap dianggap sebagai 'keramat' PDIP dalam menentukan sikap politiknya.

Lantas, bagaimanakah sejarah Istana Batu Tulis yang selalu dijadikan tempat konsolidasi politik bagi parpol besutan Megawati ini?

Asal usul Istana Batu Tulis


Istana Batu Tulis dibangun pada 1702 setelah adanya kunjungan seorang ahli gunung berapi bernama Abraham Van Riebeeck.

Kedatangan Van Riebeeck ini bertujuan untuk memeriksa kondisi Buitenzorg (Bogor) usai letusan Gunung Salak pada 1699.

Ia pun diizinkan mendirikan bangunan sebagai tempat peristirahatan untuk memantau aktivitas Gunung Salak. Lokasinya tak jauh dari Prasasti Batu Tulis.

Tempat peristirahatan Van Riebeeck ini merupakan cikal bakal dari Istana Batu Tulis yang berdiri di atas lahan seluas 3,8 hektar.

Pada era 1960-an, Presiden Soekarno membeli tanah di sekitar peristirahatan itu dan membangunnya untuk rumah tinggal. Berdasarkan cerita warga sekitar, Bung Karno kerap menginap di Istana Batu Tulis dan bercengkerama dengan warga.

Setelah Bung Karno meninggal, Istana Batu Tulis diambil alih oleh pemerintah Orde Baru. Pada era Presiden Abdurrahman Wahid, pengelolaan Istana Batu Tulis dikembalikan kepada ahli waris Bung Karno.

Dalam perjalanannya, Istana Batu Tulis kerap digunakan sebagai tempat pertemuan politik Megawati. Tak jarang, pertemuan-pertemuan di istana itu melahirkan keputusan politik penting bagi PDIP.

Tempat keramat PDIP


Menjelang Pilpres 2009, Megawati dan Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto menggelar pertemuan penentuan pencapresan di Istana Batu Tulis. Kedua pihak saat itu menghendaki untuk menjadi calon presiden (capres).

Pada akhirnya, PDIP dan Gerindra sepakat untuk mengusung Megawati sebagai capres dan Prabowo sebagai cawapres pada Pilpres 2009.

Pertemuan itu juga melahirkan Naskah Perjanjian Batu Tulis yang disebut telah disepakati oleh Megawati dan Prabowo. Salah satu isi naskah perjanjian tersebut adalah dukungan PDIP untuk Prabowo dalam Pilpres 2014.

Namun, PDIP justru mendukung Joko Widodo dalam Pilpres 2014. Dari sinilah 'perceraian' antara kedua partai bermula. PDIP dan Gerindra pun saling bersaing dalam Pilpres 2014 dan 2019.

Istana Batu Tulis juga menjadi saksi pertemuan Megawati dengan Jokowi. Setelah pertemuan, PDIP mendeklarasikan Presiden Jokowi sebagai calon presiden RI 2019-2024 pada 23 Februari 2018.
Penulis :
Aditya Andreas