
Pantau - Pengamat Politik dari Citra Institute, Efriza menyoroti penurunan elektabilitas Capres Anies Baswedan usai dideklarasikan berpasangan dengan Muhaimin Iskandar.
Menurutnya, hal itu terjadi karena warga Nahdlatul Ulama (NU) atau Nahdliyin yang selama ini merupakan basis pemilih PKB enggan mendukung Anies.
Efriza menjelaskan, Anies adalah sosok yang identik dengan PKS sejak Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu. Masalahnya, kaum Nahdliyin selama ini kerap berseberangan dengan PKS.
Salah satu pemicunya adalah sikap pemilih PKS yang kerap memperdebatkan konsep Islam Nusantara yang diusung NU.
"Ada pemisah yang tebal sekali antara NU dengan PKS, ibarat tembok pemisah yang sangat sulit untuk dirubuhkan," kata Efriza di Jakarta, Selasa (3/10/2023).
Ia berpendapat, kaum Nahdliyin tentu kecewa langkah politik Muhaimin Iskandar yang memilih berpasangan dengan Anies.
Alhasil, kaum Nahdliyyin akan lebih memilih mendukung kandidat capres ataupun cawapres lainnya yang juga merupakan NU.
"Kaum Nahdliyyin menyadari masih banyak tokoh representasi NU yang memungkinkan menjadi cawapres, seperti Khofifah, Mahfud MD, Yenny Wahid, dan Erick Thohir," katanya.
Efriza menambahkan, selain ada tembok penghalang antara Nahdliyyin dan PKS, elektabilitas Anies anjlok juga karena warga NU tidak banyak yang mendukung Muhaimin.
"Salah satu sebabnya adalah, karena Muhaimin berseberangan dengan sejumlah tokoh NU berpengaruh seperti Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf dan putri Gus Dur, Yenny Wahid," tandasnya.
Survei LSI Denny JA pada 4-12 September menunjukkan elektabilitas Anies turun usai dideklarasikan berpasangan dengan Ketum PKB Muhaimin Iskandar.
Elektabilitas Anies yang awalnya 19,7 persen pada Agustus justru malah turun menjadi 14,5 persen pada September.
- Penulis :
- Aditya Andreas










