
Pantau - Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto mengomentari pelaporan terhadap calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo ke KPK.
Ia menganggap, pelaporan itu berkaitan dengan usulan hak angket untuk meneliti dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024.
"Sejak Pak Ganjar mengusulkan hak angket, langsung ada reaksi berupa pelaporan ke KPK. Terlihat sekali ada banyak 'setrum-setruman' ini," ujar Hasto dalam di FISIP UI, Depok, Kamis (7/3/2024).
Menurut Hasto, PDIP memiliki opsi untuk melawan secara struktural. Ia menyoroti pihak-pihak yang menggunakan istilah demokrasi prosedural sebagai alasan.
Meski demikian, Hasto berpendapat, demokrasi prosedural tidak lagi mencerminkan demokrasi yang berlandaskan pada kehendak rakyat.
"Ada yang mengatakan 'ajukan ke Bawaslu, laporkan ke polisi'. Itu demokrasi prosedural, tapi dalam substansinya, demokrasi kedaulatan rakyat tidak lagi terwujud," tambahnya.
Hasto menggambarkan, kecurangan dalam Pemilu 2024 merupakan kombinasi antara kecurangan yang pernah terjadi dalam Pemilu 1971 pada masa Orde Baru dan Pemilu 2009 pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Hasto menyebut bahwa kecurangan dalam Pemilu 1971 dilakukan secara massif melibatkan ABRI, sementara dalam Pemilu 2009, kecurangan dilakukan melalui distribusi bantuan sosial untuk kepentingan elektoral.
"Jadi, Pemilu 2024 merupakan kombinasi dari apa yang terjadi pada tahun 1971 ditambah dengan apa yang terjadi pada tahun 2009. Pada tahun 2009, Pak JK sebagai Ketua Umum Golkar dan PDIP sama-sama menjadi korban," katanya.
Tak hanya itu, Hasto juga mengklaim bahwa 54 persen kepala daerah dari PDIP mengalami intimidasi selama Pemilu 2024.
"Mereka ditekan dengan berbagai cara, kepala dinas mereka dipanggil terlebih dahulu untuk melawan kepala daerah. Kemudian mereka diperiksa secara hukum, sebagai alat untuk memberikan tekanan," ungkapnya.
Sebelumnya, Ganjar dilaporkan ke KPK oleh Ketua IPW dan politikus PSI, Sugeng Teguh Santoso, terkait penerimaan aliran dana dari BPD Jateng (Bank Jateng).
- Penulis :
- Aditya Andreas