
Pantau - Pengesahan Undang-Undang TNI memunculkan kekhawatiran publik mengenai potensi kembalinya konsep Dwifungsi TNI, sebuah praktik era Orde Baru di mana militer menempati jabatan sipil seperti kepala desa, camat, hingga anggota DPR.
Namun, penulis menyatakan bahwa kekhawatiran itu tidak berdasar karena kemungkinan kembalinya Dwifungsi TNI sangat kecil.
Pengisian jabatan sipil oleh prajurit aktif yang diatur dalam Pasal 7 ayat 2 huruf b dan Pasal 47 UU TNI merupakan bagian dari Operasi Militer Selain Perang (OMSP), bukan agenda politik militer.
OMSP: Operasi Non-Perang yang Diadopsi dari Praktik Global
OMSP merupakan konsep yang dikenal sejak 1990-an dan sejajar dengan istilah MOOTW (Military Operations Other Than War) di Amerika Serikat serta PSO (Peace Support Operations) di Inggris.
Tujuan OMSP adalah mencegah perang, menyelesaikan konflik, mempromosikan perdamaian, serta mendukung otoritas sipil.
AS menjadi negara pertama yang mengembangkan kerangka doktrinal OMSP, dan sejak 2006 menghapus dikotomi antara operasi militer perang dan non-perang, menggambarkannya sebagai satu kontinum dari damai hingga konflik bersenjata.
China juga mengadopsi OMSP dengan fokus pada misi non-tradisional, seperti pengerahan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) dalam misi perdamaian PBB, tanggap bencana, dan penjaga perdamaian.
OMSP di Indonesia: Dibatasi UU dan Fokus pada Tugas Pertahanan
Penerapan OMSP di Indonesia mengacu pada praktik global dan disesuaikan dengan kebutuhan nasional, termasuk pencegahan peperangan, penyelesaian konflik, serta tugas pembantuan kepada pemerintah pusat dan daerah.
UU TNI secara tegas membatasi jabatan sipil yang bisa diisi prajurit aktif, yakni hanya di 14 kementerian/lembaga (K/L) yang berhubungan langsung dengan pertahanan dan hukum militer.
Lembaga-lembaga tersebut antara lain Kementerian Pertahanan, BIN, BSSN, Sekretariat Kepresidenan, dan Kejaksaan Agung bidang Tindak Pidana Militer.
Prajurit yang ingin mengisi jabatan di luar 14 K/L tersebut wajib mengundurkan diri dari dinas aktif terlebih dahulu.
TNI Perlu Buka Ruang Dialog dan Kembangkan Doktrin Terbuka
Data Mabes TNI menunjukkan terdapat 4.472 prajurit aktif yang bertugas di 14 K/L sesuai UU, dengan distribusi terbanyak di Kementerian Pertahanan (2.534 prajurit), BIN (656), dan Mahkamah Agung (524).
Penempatan ini masih dalam koridor proporsional dan ditujukan untuk memperkuat fungsi pertahanan, penanggulangan bencana, terorisme, hingga intelijen.
OMSP menuntut koordinasi lintas sektor, dan karenanya membuka ruang interaksi tinggi antara militer dan sipil.
Agar tidak disalahartikan sebagai langkah politis, pengisian jabatan ini perlu terus diawasi dan dibatasi secara spesifik.
TNI diharapkan mengembangkan doktrin OMSP secara terbuka guna meredam kekhawatiran masyarakat sipil soal potensi militerisasi birokrasi.
Tujuan akhirnya adalah membangun sinergi antara kekuatan sipil dan militer demi penguatan potensi nasional menuju visi Indonesia Emas 2045.
- Penulis :
- Pantau Community
- Editor :
- Ricky Setiawan