
Pantau - Huawei bersama mitra-mitranya mengumumkan hasil awal penerapan solusi kecerdasan buatan (AI) untuk penelitian dan pelestarian lumba-lumba putih Tiongkok di Teluk Xiamen.
AI Tingkatkan Efisiensi dan Akurasi Konservasi Laut
Proyek ini merupakan bagian dari inisiatif Huawei TECH4ALL yang diluncurkan tiga bulan lalu dan telah menunjukkan hasil signifikan dalam mendukung konservasi laut.
Hasil awal menunjukkan 13 ekor lumba-lumba berhasil diidentifikasi dari 2.820 foto dan video yang dikumpulkan selama penelitian.
Tingkat akurasi identifikasi lumba-lumba mencapai lebih dari 90%, sementara pengenalan perilaku kompleks tercatat mencapai 85%.
Efisiensi pelabelan data meningkat hingga 400%, dan respons penegakan hukum terhadap kapal yang melanggar area konservasi naik 65%.
Cui Yangyang, Direktur Program TECH4ALL Huawei, menyatakan bahwa temuan berbasis data dari sistem AI membantu konservasionis menyusun program pelestarian yang lebih efektif.
“Temuan ini memastikan upaya perlindungan terhadap spesies ikonik tersebut agar tetap hidup di habitat aslinya,” ungkapnya.
Lumba-lumba putih Tiongkok merupakan spesies yang dilindungi secara nasional dan termasuk kategori rentan punah dalam Daftar Merah IUCN.
Sekitar 51% populasi lumba-lumba Tiongkok hidup di Teluk Xiamen, wilayah yang menghadapi ancaman utama dari aktivitas pelayaran, penangkapan ikan, dan proyek rekayasa pesisir.
Faktor lain yang membahayakan kelangsungan hidup lumba-lumba adalah polusi suara, jaring ikan, dan degradasi habitat.
Teknologi 5G-A dan Pemantauan Real-Time
Proyek konservasi ini dilakukan bersama Institut Oseanografi Ketiga di bawah Kementerian Sumber Daya Alam Tiongkok dan China Mobile.
Sistem AI yang digunakan mampu mengenali setiap lumba-lumba berdasarkan pola unik pada sirip punggungnya.
Wang Xianyan, Kepala Tim Riset dan Konservasi Spesies Laut Langka di Institut Oseanografi Ketiga, menjelaskan bahwa berkat AI, survei menjadi lebih efisien dan data tentang kelangsungan hidup, reproduksi, serta interaksi sosial lumba-lumba dapat digunakan sebagai dasar kebijakan konservasi.
Solusi AI mencakup pemrosesan gambar, inferensi berbasis AI, pemotongan citra sirip punggung, klasifikasi data, dan visualisasi berbasis komputasi awan.
Setiap lumba-lumba memiliki profil data tersendiri sehingga kondisi tiap individu dapat dipantau secara berkelanjutan.
Data jangka panjang memungkinkan peneliti memahami populasi, distribusi, struktur usia, perilaku kawin, dan ancaman lingkungan yang dihadapi.
Sebelumnya, metode pemantauan manual memakan waktu lama dan sering kali menghasilkan data yang kurang akurat untuk memahami dinamika populasi lumba-lumba.
Menurut Institut Oseanografi Ketiga, 10–15 tahun ke depan merupakan periode krusial bagi pertumbuhan populasi lumba-lumba putih.
Spesies ini memainkan peran penting dalam ekosistem laut pesisir dan menjaga fungsi laut sebagai penyerap karbon (carbon sink).
Lumba-lumba memangsa ikan yang memakan plankton, sedangkan plankton menyerap CO₂ melalui fotosintesis, sehingga pelestarian lumba-lumba turut berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim.
Proyek ini juga memanfaatkan jaringan 5G-A dengan 10 stasiun pemancar yang mencakup area 330 kilometer persegi di Teluk Xiamen.
Integrasi teknologi sensor, komunikasi 5G-A, radar, terminal visual, satelit, dan sistem identifikasi otomatis (AIS) memungkinkan pemantauan kapal secara real-time dalam radius 20 kilometer.
Sistem ini mengirim peringatan otomatis berbasis AI terhadap pelanggaran seperti kapal yang memasuki area terlarang atau berkecepatan tinggi.
Petugas dapat segera memverifikasi dan menindak kapal pelanggar melalui pemantauan dari darat.
Hingga saat ini, 12 kapal telah diselidiki karena diduga membahayakan lumba-lumba di area konservasi.
Penelitian berkelanjutan dan penerapan teknologi AI membuka wawasan baru tentang kehidupan tersembunyi lumba-lumba putih Tiongkok di Teluk Xiamen, memberikan harapan baru bagi kelangsungan hidup spesies tersebut di alam liar.
- Penulis :
- Aditya Yohan








