
Pantau.com - Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah KH Mohammad Dian Nafi mengatakan bahwa dakwah hendaknya selalu dilaksanakan oleh para ulama dengan hikmah, pelajaran yang baik, dan berbagi argumentasi secara terpelajar.
“Karenanya keteladanan menjadi kebutuhan niscaya di dalam kegiatan dakwah. Keteladanan memudahkan orang-orang menangkap contoh berupa keseharian sang pelaku dakwah. Orang-orang yang tidak membaca Kitab Suci Al-Quran, Hadits Nabi Muhammad SAW dan kitab-kitab agama Islam akan membaca teladan para juru dakwah itu,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu (2/12/2020).
Pria yang mengasuh Ponpes Al-Muayyad Windan, Sukoharjo, menuturkan yang dilihat dan dibaca oleh orang-orang adalah tutur kata, pola pikir, pola sikap, dan juga pilihan tindakannya sebagai pribadi dan tokoh masyarakat.
Baca juga: Naskah Khutbah Jumat untuk Khatib Disiapkan Kemenag
“Masyarakat sendiri mencermati, siapakah ulama yang menenteramkan dirinya untuk diikuti. Bahkan di banyak daerah ada keluarga ulama dari generasi ke generasi menjadi sandaran warga masyarakatnya juga dari generasi ke generasi mengikuti kultur sosial budaya masyarakat setempat,” kata Dian.
“Itulah sebabnya, maka dakwah juga berarti memperkuat sikap proaktif di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sikap proaktif diteladankan oleh para ulama dengan cara hidup menjadi warga negara yang baik,” tutur lulusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sebelas Maret itu.
Lebih lanjut, ia menyampaikan sebetulnya ada nilai-nilai yang dikembangkan oleh para ulama adalah tafahum atau saling memahami, tarahum atau saling menyayangi, tasamuh atau ramah kepada perbedaan, tawazun atau keseimbangan dan keselarasan, dan ta’adul atau saling menegakkan ukuran objektif dan keadilan.
“Sejarah bangsa kita memberikan pelajaran yang sangat berharga. Tantangan-tantangan berat dapat kita atasi dengan baik selama kita menjaga persatuan nasional. Umat Islam dapat menjadi teladan yang baik dalam urgensi itu dengan dukungan para ulama yang juga memberi keteladanan,” ucapnya.
Baca juga: Pesan Tegas Slamet Ma'arif pada Bima Arya Soal Kisruh Hasil Swab Test HRS
Selain itu, ia juga menegaskan bahwa para ulama harusnya meneladankan untuk mendahulukan hal-hal terpenting di dalam dakwahnya. Misalnya, hal-hal yang wajib sebagai Muslim, sebagai warga masyarakat dan warga negara akan didahulukan. Kemudian hal-hal yang sunah atau anjuran dan utama.
“Para ulama hendaknya tidak memperuncing segi-segi khilafiyah atau polemik karena perbedaan pendapat. Kalaupun jika harus diutarakan sampaikan secara seimbang. Karena hal-hal yang rinci seperti itu mungkin dipahami berbeda-beda oleh para ulama dalam aneka pendapat atau qaul yang dibahas di dalam pertemuan terbatas dan itupun menggunakan rujukan kitab-kitab yang jelas,” jelasnya.
”Ini termasuk meluruskan kesesatan kaum radikal dan intoleran. Karena juru dakwah biasanya memulai dakwah setelah membekali diri dengan kecakapan keagamaan yang cukup. Sehingga, pandangan yang menyimpang, ekstrem dan mengarah kepada radikalisme dan terorisme dapat dicerdasi dan disikapi bersama-sama secara proporsional dan bijaksana,” ujarnya.
- Penulis :
- Noor Pratiwi