Pantau Flash
HOME  ⁄  Internasional

Australia Dinilai Berisiko Tinggi Terkena Serangan Siber

Oleh Noor Pratiwi
SHARE   :

Australia Dinilai Berisiko Tinggi Terkena Serangan Siber

Pantau.com - Menurut Asisten Gubernur Bank Sentral Australia (RBA) Michele Bullock, bisnis dan rumah tangga Australia menghadapi risiko serangan siber yang meningkat, dan ini bisa mengancam stabilitas sistem keuangan.

Dalam Konferensi Pasar Global Bank Commonwealth ke-10 di Sydney, Bullock mengatakan, meski kontraksi tajam dalam pertumbuhan global juga merupakan ancaman, kekhawatiran akan Australia yang rentan terhadap kerugian keuangan, gangguan atau kerusakan reputasi dari pelanggaran berbahaya terhadap sistem informasi perusahaan juga meningkat.

"Serangan siber menjadi lebih terorganisir dan canggih. Serangan itu bisa terwujud dalam berbagai cara," kata Bullock, seperti dikutip ABC, Selasa (30/10/2018).

Baca juga: WHO: Pencemaran Udara Bunuh 600.000 Anak Setiap Tahunnya

Rumah tangga yang berhutang rentan

Lembaga keuangan masuk peringkat atas dalam daftar entitas yang berisiko terkena serangan siber, dan mereka sangat sadar akan risikonya.

"Satu ukuran sederhana dari hal ini adalah menghitung penyebutan kata 'siber' dalam laporan tahunan bank-bank besar Australia. Pada tahun 2012, kata itu tidak disebutkan, tetapi pada tahun 2017 ada 30 kali penyebutan," katanya.

Serangan terhadap Bank Bangladesh, mengakibatkan kerugian US $81 juta atau setara Rp 810 miliar tetapi bisa jadi jauh lebih besar.

"Serangan yang berhasil terhadap sebuah lembaga bahkan bisa mengakibatkan kurangnya kepercayaan pada sistem perbankan secara lebih luas, dengan potensi penarikan dana dari lembaga keuangan dan masalah likuiditas untuk sistem keuangan," katanya.

Gangguan terhadap penyelesaian transaksi untuk jangka waktu yang panjang bisa menyebabkan masalah untuk operasi pasar dan stabilitas umum.

Meski ini merupakan hasil yang tidak mungkin, regulator tetap berfokus pada bagaimana lembaga keuangan mengurangi risiko.

"Ini adalah risiko yang terus meningkat dan akan membutuhkan kewaspadaan dan investasi berkelanjutan dalam mitigasi di masa depan," katanya.

Baca juga: China Legalkan Tulang Harimau dan Cula Badak untuk Pengobatan

Ketegangan dagang dengan China

Bullock mengatakan, pasar rentan terhadap peningkatan tajam dalam sentimen risiko yang dapat berimplikasi pada pendanaan luar negeri bank dan aset mereka.

"Pertumbuhan global bisa berkontraksi tajam karena sejumlah alasan, termasuk meningkatnya ketegangan perdagangan atau ketidakstabilan keuangan di China," katanya.

Meskipun nilai tukar terdepresiasi akan membantu mengurangi efek apapun, akan ada implikasi dari ini untuk ekonomi Australia.

"Ini akan berdampak pada sektor rumah tangga yang berutang besar serta neraca lembaga keuangan," katanya.

"Kebijakan baru-baru ini untuk memperkuat standar pinjaman akan membantu mencegah tekanan keuangan yang meluas, namun ada risiko jika terjadi penurunan cukup signifikan, dampak keuangan pada bank dan peminjam akan memperkuat kejutan," jelasnya

Ia mengatakan, bank-bank Australia kini telah menyelesaikan transisi satu dekade ke posisi modal dan likuiditas yang kuat, membuat mereka lebih tahan terhadap guncangan yang merugikan daripada sebelum krisis keuangan global.

Fokus baru pada pengetatan standar pinjaman telah lebih meningkatkan ketahanan neraca bank dan rumah tangga.

Bank belum rasakan guncangan keuangan

Sementara komisi kerajaan telah mengungkap beberapa perilaku buruk bank-bank Australia, dampak keuangan langsung pada mereka sejauh ini, relatif sederhana, kata Bullock.

Pengalaman internasional menunjukkan budaya yang buruk bisa memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap bank, termasuk kinerja keuangan dan posisi modal mereka melalui biaya remediasi dan denda.

Ia menunjukan ada kemungkinan peningkatan biaya kepayuhan dan berkelanjutan, serta perubahan model bisnis untuk mengatasi risiko kesalahan di masa depan yang bisa berdampak lebih permanen terhadap kinerja keungan bank.

Namun, perubahan ini cenderung meningkatkan ketahan sektor keungan dalam jangka menengah, meskipun dengan mengorbankan pengembalian yang lebih rendah.

Meski tumbuh dengan cepat, pembiayaan utang oleh sektor non ADI (lembaga deposit resmi) hanya sekitar 7 persen dari total aset keungan di Australia. Tetapi APRA (Otoritas Regulasi Keuangan Australia) memantau mereka.

"Meskipun kami tidak berada di dekat ambang batas semacam itu, kekuatan cadangan ini memberi APRA kemampuan untuk secara langsung mengatasi risiko semacam itu jika mereka muncul," ucapnya.

Baca juga: Ketegangan Terjadi saat Kanselir Jerman Soroti Mantel Vladimir Putin, Ada Apa?

Penulis :
Noor Pratiwi