
Pantau.com - Pemimpin Carrie Lam mengatakan bahwa RUU Ekstradisi yang memicu krisis politik terbesar di Hong Kong telah 'mati', dan mengakui bahwa pekerjaan pemerintah pada RUU itu adalah 'kegagalan total'.
Melansir Reuters, RUU Ekstradisi yang memungkinkan seseorang di Hong Kong dikirim ke daratan China untuk menghadapi sidang, memicu protes serta bentrokan besar antara massa dan polisi selama beberapa pekan.
Pada pertengahan Juni, Lam menanggapi protes besar dengan menyatakan menangguhkan RUU tersebut, namun ia mengatakan amademen itu dikhawatirkan akan dilakukan revisi dalam Dewan Legislatif.
Baca juga: Media China: Ideologi Barat Pemicu Kerusuhan di Hong Kong
"Jadi, saya mengulangi di sini, tidak ada rencana seperti itu. RUU Ekstradisi itu sudah mati," ucap Carrie Lam dalam konferensi pers, Selasa (9/7/2019).
Deklarasi Lam tampaknya menjadi kemenangan bagi penentang RUU, tapi masih belum dijelaskan apakah hal itu cukup untuk memuaskan bagi masyarakat Hong Kong.
Para demonstran sebelumnya juga menyerukan Lam untuk mengundurkan diri, dan menyerukan penyelidikan independen terhadap tindakan kekerasan kepolisian kepada massa protes yang menyebabkan 12 Juni sebagai kerusuhan.
Hong Kong kembali ke China dari Inggris pada tahun 1997 dengan janji pada tingkat otonomi yang tinggi, tetapi dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi kekhawatiran tentang erosi dari kebebasan itu di tangan Beijing.
RUU Ekstradisi telah menjadi tantangan terbesar Beijing dalam kurun waktu 22 tahun sejak kembali mendapatkan kontrol atas Hong Kong.
Baca juga: Pemimpin Hong Kong Carrie Lam Akui Satu Hal Soal Demo UU Ekstradisi
Hong Kong diatur di bawah formula 'satu negara, dua sistem' sejak kembali ke China. Yang memungkinkan kebebasan tidak dinikmati sepenuhnya memperoleh suara demokratis.
Protes besar di Hong Kong terkait UU Ekstradisi ke daratan China telah berlangsung selama beberapa pekan. Protes pecah ketika pihak kepolisian menembakkan gas air mata untuk membubarkan ratusan massa yang menyerbu gedung Dewan Legislatif.
Massa aksi protes memecahkan kaca, komputer dan menyemprot tembok dengan cat menuliskan pesan 'anti-ekstradisi' di gedung Parlemen Hong Kong.
- Penulis :
- Noor Pratiwi