
Pantau.com - Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo, punya cerita menarik saat berkunjung ke daerah pemilihan (dapil) dirinya di Jawa Tengah yang meliputi Banjarnegara, Purbalingga, dan Kebumen. Ketika bertemu dengan masyarakat disalah satu wilayah dapilnya, Bamsoet, sapaan Bambang Soesatyo, mengaku ditodong pertanyaan oleh salah satu warga mengenai kemungkinan revisi undang-undang Pilkada dilakukan tiap bulan. "Kemarin saya waktu reses ke daerah, dia bilang 'pak bisa gak Undang-Undang diubah pilkada setiap bulan sekali?'," cerita Bamsoet saat mengisi acara diskusi 'Upaya Mereduksi Biaya Politik dalam Pemilu dan Pilkada' di Gedung Bakamla, Jl Proklamasi No. 56, Jakarta Pusat, Minggu (25/11/2018)."Ya rupanya kalau (revisi) setiap bulan sekali ada harapan uang mengalir ke dapur RT mereka," tambahnya.
Baca Juga: Kata Bamsoet, Relaksasi DNI Bisa Pengaruhi Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf
Uang mengalir yang dimaksud Bamsoet merupakan terkait politik uang yang kerap dilakukan para politikus saat pemilu. Diakui Bamsoet, praktik politik uang masih masif dilakukan sebagai stategi kotor untuk memenangi pertarungan pemilu. Hal itu juga menjalar di masyarakat yang tak asing lagi dengan politik uang. "Tapi memang masyarakat kita, karena sudah berkali-kali menghadapi hal seperti ini, selalu kepada kita ditanya NPWP, Nomor Piro Wani Piro (nomor berapa, uang berapa)," ucapnya. Namun menurut Bamsoet fenomena di atas tidak bisa disalahkan sepenuhnya kepada masyarakat. Politisi Golkar itu justru menyoroti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) agar membedakan politik uang (money politic) dengan pendanaan politik (cost politic).
Baca Juga: Intip Bamsoet Kepincut Modifikasi Mobil yang Satu Ini
"Ketika kita mengundang rakyat yang kebetulan buruh tani yang hariannya mendapat upah Rp 100 ribu. Kalau ikut acara kita, apakah itu sosialisasi, apakah itu rapat akbar dia akan kehilangan pendapatan hariannya Rp 100 ribu. Nah kita dengan kesadaran dan tanggung jawab memberikan uang Rp 100 ribu kepada mereka. Tapi Bawaslu bilang itu pelanggaran pemilu. Itu juga sebab confused juga, tidak bisa dibedakan mana cost politic dan mana money politic," paparnya. "Kalau menurut saya kalau begitu adalah cost politik yang dibenarkan oleh UU. Sementara kalau money politik itu yang tidak boleh," tukasnya.
- Penulis :
- Tatang Adhiwidharta