
Pantau.com - Hasil perundingan Freeport yang berlaku sekarang ini didasarkan atas kesepakatan yang menguntungkan negara yaitu divestasi 51 persen, kewajiban pembangunan smelter, perubahan kontrak karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan penerimaan negara harus lebih besar.
Perundingan-perundingan sebelum Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, tidak dijadikan sebagai dasar dalam perundingan Freeport yang telah disepakati tahun lalu itu.
"Waktu saya ditugaskan (jadi Menteri ESDM) Oktober 2016, Presiden arahannya coba (perundingan Freeport) diselesaikan. Saya sempat tawarakan Presiden untuk bertemu CEO Freeport McMoran, waktu itu sudah Richard Adkerson (bukan James Moffet), tapi Presiden tidak mau bertemu. Karena sudah ada arahan Presiden kepada kami, dan sudah jelas. Harus divestasi 51 persen, bangun smelter, merubah KK jadi IUPK dan penerimaan negara harus lebih besar. Sudah itu saja. Lalu kita di Tim Menteri yang berunding dengan Freeport, yang hasilnya sudah kita ketahui semua," ungkap Menteri Jonan dalam keterangan resminya.
Baca juga: Puluhan Tahun 'Dikuras' AS, Segini Cadangan Emas Freeport
Jonan menambahkan bahwa apabila ada pertemuan, perundingan atau surat yang terjadi sebelumnya, hal tersebut sudah tidak relevan karena tidak lagi dijadikan dasar perundingan.
"Dengan ditugaskannya saya jadi Menteri ESDM, perundingan start dari nol. Dan perundingan atau surat sebelum-sebelumnya tidak dijadikan dasar lagi. Kalau seandainya dijadikan dasar, gak mungkin dong kita bisa dapat divestasi 51 persen," pungkas Jonan.
Sehingga apa yang ditulis di surat saat pendahulu-pendahulunya itu tidak dipakai. Bahkan perundingan yang dilakukan oleh menteri terdahulu tidak digunakan dalam aturan baru.
Lebih lanjut Jonan menegaskan selama menjabat sebagai Menteri ESDM, Presiden tidak pernah menerima Richard Adkerson secara khusus untuk membahas masalah Freeport. Pertemuan hanya terjadi saat selesainya divestasi 51 persen Freeport pada 21 Desember 2018 lalu.
"Presiden tidak pernah menerima Freeport secara khusus di jaman saya. Sampai ditandatanganinya IUPK baru ketemu dengan presiden, Itu saja," tegas Jonan.
Baca juga: Di Hadapan Millennial, Ignasius Jonan Blak-blakan soal Proses Divestasi Freeport
Sebelumnya, Direktur Materi dan Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi yang juga mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said, blak-blakan soal surat tertanggal 7 Oktober 2015, dimana surat tersebut disebut-sebut sebagai cikal bakal perpanjangan izin PT Freeport Indonesia di Papua.
"Surat 7 Oktober 2015. Jadi surat itu seolah-olah saya yang memberikan perpanjangan izin, itu persepsi publik," kata Sudirman dalam diskusi yang diselenggarakan Institut Harkat Negeri, Jakarta, Rabu (20/2/2019).
Sudirman membantah bahwa surat keluar atas inisiatifnya. Dia mengungkapkan, surat bisa keluar karena diperintahkan oleh Joko Widodo selaku Presiden Indonesia yang juga atasannya sewaktu menjadi menteri.
"Saya ceritakan kronologi tanggal 6 Oktober 2015 jam 08.00 WIB, saya ditelepon ajudan Presiden untuk datang ke Istana. Saya tanya soal apa Pak, dijawab tidak tahu. Kira-kira 08.30 WIB saya datang ke istana. Kemudian duduk 5 sampai 10 menit, langsung masuk ke ruangan kerja Pak Presiden," ungkap Sudirman.
- Penulis :
- Nani Suherni