
Pantau.com - Cukup miris memang mengingat Indonesia sebagai negara ketiga terbanyak di dunia pengidap virus HIV/AIDS, padahal sudah ditemukan terapi ARV (Antiretroviral) yang bisa menekan virus mematikan itu.
Baca juga: Sering Salah Kaprah, Ini Fakta Soal Penularan Virus HIV
Namun faktanya, masih banyak penderita AIDS yang belum mengetahui terapi ARV. ARV memang baru setahun belakangan digalakkan di Indonesia, kurangnya sosialisasi membuat pemahaman terapi ARV untuk pengidap AIDS sangatlah minim.
"Pemahaman tentang terapi ARV sangat minim, karenanya belum berani mulai terapi," ujar Verdy perwakilan JIP di Hotel Gran Melia, Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (3/12/2018)
Selain itu informasi miring yang beredar di media sosial, membuat sebagaian pengidap AIDS merasa ketakutan untuk mencobanya. Mereka lebih memilih pengobatan herbal yang dipercaya tak memiliki efek samping yang biasanya timbul seperti sakit kepala, alergi, hingga gatal-gatal, dan lain-lain.
"Dibeberapa informasi yang diberikan itu adalah racun, mereka sarankan bahwa lebih baik menggunakan obat-obat herbal untuk menyembuhkan HIV," tuturnya.
Terapi obat ARV memang tidak dijual bebas dan harus dengan resep dokter karena melalui pemerintah, sehingga harus menggunakan BPJS. Bagi para pengidap yang tidak memiliki pekerjaan tentunya harus menanggung sendiri biayanya.
Baca juga: Jumlah WNA di China Pengidap HIV Meningkat Tiga Kali Lipat
Ketautan masyarakat terhadap penyakit AIDS tentunya menciptakan stigma yang membuat si pengidap penyakit tersebut dikucilkan. Oleh karena itu, para pengidap AIDS cendurung memilih untuk menutupi penyakitnya itu daripada harus menjalani terapi dan berisiko diketahui banyak orang.
"Dari keluarga mereka belum berani mengungkapkan, itu yang belum mau mulai terapi," tutup Verdy.
- Penulis :
- Gilang