HOME  ⁄  Internasional

Terlibat Romusha Perang Dunia II, Perusahaan Jepang Didakwa Bayar Ganti Rugi pada Warga Korsel

Oleh Widji Ananta
SHARE   :

Terlibat Romusha Perang Dunia II, Perusahaan Jepang Didakwa Bayar Ganti Rugi pada Warga Korsel

Pantau.com - Pengadilan tertinggi Korea Selatan memutuskan perusahaan Jepang Nippon Steel & Sumitomo Metal Corp harus memberi ganti rugi kepada empat warga Korea Selatan pekerja paksa atau "romusha" selama Perang Dunia II.

Dalam putusan bersejarah itu, Mahkamah Agung Korea Selatan menguatkan amar pada 2013 agar perusahaan itu membayar 100 juta won (1,3 miliar rupiah lebih) kepada masing-masing dari empat pekerja baja itu, yang memulai menggugat pada 2005, memperjuangkan ganti rugi dan upah tidak dibayar.

Baca juga: Lima Negara Hadiri Pertemuan Pemuda Muslim ASEAN

Pengadilan itu memutuskan bahwa hak pampasan mantan buruh tersebut tidak berakhir akibat perjanjian pemulihan hubungan diplomatik pada 1965, menolak sikap pemerintah dan pengadilan Jepang, kata kantor berita Yonhap.

Lee Choon-shik, satu-satunya penggugat masih hidup, menyambut keputusan tersebut, dengan mengatakan dalam jumpa pers disiarkan televisi bahwa itu "memilukan, karena ia satu-satunya yang masih hidup".

Jepang dan Korea Selatan berbagi sejarah pahit pada 1910-1945, yang mencakup penjajahan Jepang atas semenanjung Korea dan penggunaan wanita penghibur, penghalusan bahasa Jepang untuk gadis dan wanita, banyak dari mereka orang Korea, dipaksa bekerja di rumah bordilnya semasa perang. Keputusan itu memicu tanggapan cepat dan marah dari Tokyo.

Baca juga: Donald Trump Jadi Bahan Olok-olokan karena Payung, Kok Bisa?

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe saat berbicara di parlemen menyatakan masalah itu "sepenuhnya dan akhirnya" diselesaikan oleh perjanjian 1965. "Itu adalah keputusan mustahil dalam terang hukum antarbangsa," katanya.

Menteri Luar Negeri Taro Kono, yang memanggil duta besar Korea Selatan Lee Su-hoon sesudah putusan itu keluar, mengatakan bahwa itu secara mendasar membatalkan landasan hukum untuk persahabatan dwipihak sejak pemulihan hubungan pada 1965.

Penulis :
Widji Ananta