
Pantau.com - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyoroti tingginya proporsi komoditas rokok kretek filter dalam pembentukkan garis kemiskinan di perkotaan dan perdesaan.
"Tugas besar menciptakan kesadaran pada keluarga di Indonesia untuk mengurangi konsumsi yang tidak hanya tidak produktif, tetapi juga bermasalah secara kesehatan," kata Bambang dalam temu media di Jakarta, Kamis (19/7/2018).
Ia menjelaskan konsumsi rokok dalam jangka pendek tidak hanya mengurangi uang, namun juga akan ada pengeluaran uang lebih banyak untuk kesehatan dalam jangka panjang.
Baca juga: Ekonom: Jika Bansos Dipangkas, Orang Miskin Berpotensi Naik
"Dan itu korbannya BPJS kesehatan. Semakin banyak orang menggunakan uangnya untuk rokok, ujungnya di BPJS kesehatan yang menanggung kesehatan (perokok)," ujar Bambang.
Ia menjelaskan bahwa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi konsumsi yang tidak produktif tersebut adalah dengan pengaturan harga dan pembatasan pemakaiannya.
"Langkah kongkretnya adalah menaikkan cukai setiap tahun. Menurut saya harusnya lebih tinggi dari 57 persen, harganya harus mahal supaya tidak sembarang orang bisa mengonsumsi," terangnya.
Baca juga: Berapa Triliun Qatar Habiskan Anggaran 'Bersolek' untuk Piala Dunia 2022?
Proporsi rokok dalam pembentukkan garis kemiskinan tersebut berada di urutan kedua setelah komoditas beras, yang tercatat sebesar 20,95 persen di perkotaan dan 26,79 persen di perdesaan.
"Dari uang yang terbatas itu kalau 10 persennya dari rokok kretek, maka mengurangi potensi mereka untuk bisa memenuhi kebutuhan dasarnya sebesar 10 persen juga," pungkasnya.
Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2017, konsumsi rokok setiap hari pada penduduk berpendapatan 40 persen terbawah paling banyak berada dalam kelompok usia 35-39 (65,4 persen).
- Penulis :
- Nani Suherni