
Pantau.com - Perwakilan Tetap RI untuk Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) Indonesia akan bertemu dengan Perwakilan Tetap Amerika Serikat untuk WTO di Jenewa, Swis (15/8) mendatang.
Keduanya direncanakan akan bertemu untuk membahas gugatan AS kepada RI sebesar Rp5 triliun. Gugatan tersebut terkait pembatasan impor produk holtikultura dan peternakan asal AS yang dilakukan pemerintah Indonesia.
"Tanggal 15 kita akan duduk bersama perwakilan disana apasih yang dimaksudkan retaliasi incompliance-nya dimana tolong detailkan kan kita akan tindak lanjutkan, kita akan tanggapi pasal ini akan dihapus, lebih detail lagi. Kita cari kejelasan begitu mereka ngefile mereka berkewajiban menjelaskan incompliance-nya Dimana sih? Kenapa incompliance-nya?" ujar Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Okeu Nurwan saat jumpa pers di Gedung Kemendag, Jakarta Pusat, Senin (13/8/2018).
Baca juga: Sri Mulyani Jadi Korban Hoax: Jual Bali untuk Bayar Utang
Pihaknya memastikan, bahwa sejak 22 November 2017 sudah diputuskan ada 18 kebijakan yang harus diubah. Namun pemberlakuan perubahan Peraturan Menteri baru berlaku setelah 8 bulan, sedangkan untuk Undang-undang berlaku setelah 15 bulan.
"(Setelah 8 bulan) tanggal 22 Juli sudah bahwa di Jenewa bahwa kita sudah selesai review Permentan No 23 dan Permendag 64 tentang Holtikultura, dan Permentan 24 dan Permendag 65 tentang hewan dan produk hewan itu sudah selesai kita lakukan," ungkapnya.
Sehingga menurutnya, urusan denda tersebut telah selesai pasalnya aturan yang digugat memang sudah diubah. Adapun gugatan tersebut hanya sebagai permohonan kepada WTO untuk mengamankan haknya. Sehingga jumlah USD 350 juta merupakan potensi angka belum ada kepastian besarannya.
"Mereka masih reserve haknya karena Sejak 22 juli mereka bisa menyatakan puas atau tidak puas (atas perubahan kebijakan) selama 20 hari. Jadi mereka belum sempet mempelajari mungkin. Jadi mereka reserve dulu hak mereka dulu. Maka mereka retaliate 350 juta kan baru angka potensi kerugian 2017," katanya.
Pihaknya menilai kalaupun angkanya sebesar itu, tidak berarti dianggap denda namun bisa berupa pengenaan tarif terhadap komoditi tertentu yang jumlahnya setara dengan besaran tersebut.
"Mereka reseve dulu file ke WTO ada potensi kerugian. Mereka memfile itu menjaga hak ya. Itu bukan denda, karena retaliasi itu kalau dinyatakan bener angkanya segitu. Mungkin Amerika bisa menerapkan tarif tinggi, tersebut komoditi itu, apa saja terserah amerika tapi jumlahnya USD 350 juta," katanya.
Baca juga: Update Freeport, Inalum: HoA untuk Kejelasan Detail Bentuk Transaksi
"Angka ini baru mereka yang file dari Amerika, soal berapa besarnya yang menentukan abritase-nya. Indonesia telah menyatakan kita sudah sepenuhnya memenuhi itu, AS dalam rangka mereserve mereka file aja dulu," pungkasnya.
Selain itu, untuk menyelesaikan berbagai perosalan terkait perdagangan Indonesia dan AS pihaknya juga akan melakukan pertemuan kembali dengan pejabat AS.
"Sejak keberangkatan Pak Menteri kesana sudah ada beberapa pejabat lagi masuk ke Indonesia dari AS Menlu kita sampaikan hal yang sama nanti tanggal 27 Agustus dari USTR akan datang antara 22-29 Agustus akan datang dari US DoC (departemen of commerce) menyusun bagaimana kita meningkatkan perdagangan Indonesia-AS menuju USD 50 miliar dan sebagainya," pungkasnya
- Penulis :
- Nani Suherni