
Pantau.com - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat telah menyentuh angka Rp15.000 lebih pada Selasa sore tadi. Melansir Bloomberg Dollar Index, Selasa (2/10/2018), Rupiah pada perdagangan spot exchange melemah 86,5 poin atau 0,58 persen.
Pakar ekonomi Universitas Indonesia, Faisal Basri memiliki dua saran kepada pemerintah untuk menyikapi hal tersebut. Menurut akademisi dari Universitas Indonesia itu mayoritas devisa Indonesia yang keluar merupakan keuntungan perusahaan asing di Indonesia yang dibawa pulang.
Sehingga pemerintah sebaiknya meminta beberapa perusahaan asing untuk tidak membawa pulang sebagian keuntungannya. Cara tersebut menurut Faisal lebih efektif dari pada menaikkan pajak penghasilan (PPh).
"Kalau saya ingin selesaikan masalah, sumber masalah terbesarnya dulu. Jadi undanglah yang besar dulu misalnya Indosat, XL, Tri, Telkomsel. Telkomsel 30 persen punya SingTel (grup perusahaan Singapura)," jelas Faisal ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (2/10/2018).
Baca juga: Ibu-ibu Rupiah Melemah (Lagi), Harga Ayam dan Telur Naik
Ia melihat bahwa keuntungan perusahaan itu langsung dibawa ke luar. Seharusnya, pemerintah bisa mendorong agar para pengusaha ini menyimpan seperampat dana mereka kurang lebih 5 miliar dolar AS.
"Jauh lebih besar kurangi tekanan ketimbang kebijakan pemerintah naikan PPh pasal 22, ribet gitu. Efeknya gak sampai 1 miliar dolar," ungkapnya,
Namun Faisal mengkritik bahwa elit politik Indonesia belum merasa dampak krisis dari pelemahan rupiah. Lantaran sedikit yang mau menjual uang dolar ke rupiah.
Padahal menurut Faisal dengan menjual dolar merupakan cara kedua untuk mengurangi tekanan pelemahan rupiah.
"Saya yakin elit politik banyak ternak dolar. Tolong mereka jual dolarnya. Sandi (Sandiaga Uno) ada 1,2 juta (USD), yang mau dijual seperempat. Kenapa enggak semua? Semua menteri-menteri, Bu Retno (Menteri Luar negeri) kan enggak pantas punya uang 200 ribu US dolar. Elit politik semua," tutur Faisal.
- Penulis :
- Nani Suherni