Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Kala Bahlil Ngambek Anggarannya Kerap 'Disunat', Minta DPR Panggil Kemenkeu

Oleh Aditya Andreas
SHARE   :

Kala Bahlil Ngambek Anggarannya Kerap 'Disunat', Minta DPR Panggil Kemenkeu
Foto: Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia.

Pantau - Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan kekecewaannya kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait penetapan pagu indikatif Tahun Anggaran (TA) 2025. 

Dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI di Senayan, Jakarta, Selasa (11/6/2024), Bahlil meminta agar Sri Mulyani dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dipanggil oleh Komisi VI.

Bahlil menyoroti peningkatan target investasi yang dibebankan kepada Kementerian Investasi/BKPM yang naik menjadi Rp 1.850 triliun dari target tahun 2024 sebesar Rp 1.650 triliun. Namun, anggaran untuk kementeriannya justru dikurangi drastis. 

Dari anggaran tahun 2024 yang sebesar Rp1,2 triliun, anggaran tahun 2025 hanya sebesar Rp681 miliar, kurang dari setengahnya.

"Saya minta kepada pimpinan tolong panggil Bu Menkeu (Sri Mulyani) dan Kepala Bappenas (Suharso) untuk menjelaskan ini," kata Bahlil dalam rapat tersebut.

Bahlil berpendapat bahwa semua target investasi hanya dapat dicapai dengan dukungan anggaran yang memadai. 

Menurut hitungannya, dengan anggaran sebesar yang diusulkan, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) untuk investasi hanya realistis sebesar Rp800 triliun.

"Dalam teori saya, dengan basis anggaran yang ada, maka saya turunkan RKP saya koreksi menjadi Rp800 triliun," ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa rumus pertumbuhan ekonomi terdiri dari konsumsi, investasi, ekspor-impor, hingga pengeluaran pemerintah. 

Dalam kondisi ekonomi yang tidak menentu, yang perlu ditingkatkan adalah ekspor-impor, daya beli masyarakat, dan investasi itu sendiri.

"Artinya, hulunya adalah investasi. Oleh karena itu, esensi penting dalam menjaga pertumbuhan ekonomi di 2025 di atas 5% itu harus investasi. Namun, apa yang terjadi sekarang, saya tidak tahu apakah ada teori ekonomi baru. Antara kebijakan, target, dan anggaran harusnya memiliki benang merah," tegas Bahlil.

Bahlil juga menyoroti bahwa anggaran Rp 681 miliar untuk mendukung target investasi sangat tidak memadai, bahkan menyebut anggaran camat di DKI Jakarta lebih besar daripada anggaran kementeriannya. 

Ia menyarankan, agar rapat evaluasi cukup dilakukan setahun sekali jika kondisi anggaran seperti ini terus berlanjut.

"Kalau begini, saya rasa rapatnya cukup satu tahun sekali saja. Apa yang mau kita evaluasi kalau anggarannya seperti ini?" pungkasnya.

Penulis :
Aditya Andreas