Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Alasan OJK Teropong Likuiditas Perbankan Masih ‘Manageable’

Oleh Ahmad Munjin
SHARE   :

Alasan OJK Teropong Likuiditas Perbankan Masih ‘Manageable’
Foto: Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae. (ANTARA/Imamatul Silfia)

Pantau - Mengingat saat ini rasio likuiditas secara industri masih terhitung cukup tinggi dan jauh di atas threshold, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan likuiditas perbankan ke depannya masih manageable.

Kondisi likuiditas perbankan Indonesia ke depan juga akan dipengaruhi oleh dukungan kebijakan pemerintah dan otoritas terkait serta kinerja ekspor komoditas.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengungkapkan hal itu di Jakarta, Selasa (28/1/2025).

Kondisi likuiditas perbankan posisi November 2024 dinilai ample (cukup) dengan kondisi alat likuid terhadap non-core deposit (AL/NCD), alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK), dan liquidity coverage ratio (LCR) masing-masing sebesar 112,94 persen, 25,57 persen, dan 213,07 persen.

Baca juga: Bank Indonesia: Uang Beredar di Januari 2020 Meningkat 7,1 Persen

Adapun loan to deposit ratio (LDR) pada periode yang sama tercatat sebesar 87,34 persen, yang dinilai masih memadai dalam mengantisipasi peningkatan kredit.

Meski likuiditas perbankan di Indonesia masih ample, OJK tetap mengingatkan masih berlangsungnya ketidakpastian global yang menjadi faktor risiko global yang perlu diperhatikan.

Ketidakpastian ini termasuk melambatnya penurunan suku bunga global, meningkatnya volatilitas pasar keuangan dan fluktuasi perdagangan global dan harga komoditas yang disebabkan “Trump Effect", serta ketegangan geopolitik.

“Jika hal-hal tersebut tidak terkendali apalagi meningkat, maka risiko terhadap likuiditas perbankan Indonesia bisa meningkat, terutama terkait dengan capital outflows, biaya pendanaan yang lebih tinggi, dan penurunan aliran masuk modal asing,” kata Dian.

Baca juga: Sektor Swasta Bantu Pembangunan Infrastruktur? Benahi Kondisi Likuiditas

Dalam situasi ketidakpastian global, Dian memandang bahwa kebijakan ekonomi yang mengarah kepada pelonggaran khususnya kebijakan moneter akan tetap mewarnai dan menjadi angin segar dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan perbankan pada 2025.

“Ke depannya, dukungan berbagai program pemerintah dan bauran kebijakan juga akan menjadi pendorong bagi perbankan dalam melakukan ekspansi kredit dan meningkatkan intermediasi,” kata dia.

Dian menambahkan, secara umum bank sentral di seluruh dunia telah mengubah arah kebijakan moneter dari yang sebelumnya ketat menjadi lebih longgar dengan suku bunga yang cenderung menurun, meskipun penurunannya tidak seagresif prakiraan sebelumnya.

Hal itu diharapkan dapat berdampak positif pada penurunan biaya dana (cost of funds) bagi bank, mendorong permintaan kredit, meningkatkan investasi domestik, serta memperbesar uang beredar di pasar yang pada akhirnya akan berkontribusi pada peningkatan likuiditas sistem perbankan.

Baca juga: OJK Yakin Likuiditas Perbankan Ample Dukung Program 3 Juta Rumah

Selain itu, penurunan suku bunga juga dapat membantu mengurangi tekanan ekonomi di sektor-sektor yang membutuhkan pembiayaan, seperti usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan sektor padat karya, serta mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.

Penulis :
Ahmad Munjin