Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Rupiah Terus Melemah, Sri Mulyani Salahkan Kebijakan AS

Oleh Ahmad Munjin
SHARE   :

Rupiah Terus Melemah, Sri Mulyani Salahkan Kebijakan AS
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Maret 2025 di Jakarta, Kamis (13/2/2025). (ANTARA/Imamatul Silfia)

Pantau - Kebijakan pemerintah Amerika Serikat (AS) menjadi kambing hitam pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS. Angkanya berada di atas level Rp16.300 per dolar AS.

Tuduhan itu datang dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Maret 2025 di Jakarta, Kamis (13/3/2025).

Sri Mulyani menjelaskan, nilai tukar rupiah pada akhir 2024 berada pada level Rp16.162 per dolar AS, dengan rata-rata level dalam setahun Rp15.847 per dolar AS.

Ia melanjutkan, nilai tukar rupiah terus melemah sejak Januari 2025, dengan catatan pada 10 Maret 2025 sebesar Rp16.340 per dolar AS. Rata-rata tahun berjalan (year-to-date/ytd) berada di Rp16.309 per dolar AS.

Baca juga: Pelambatan IHK AS Ditengarai Bangkitkan Nilai Tukar Rupiah

“Mulai Januari, dan terutama semenjak Presiden Donald Trump dilantik, begitu banyak kebijakan eksekutif Trump yang terus menerus menimbulkan gejolak. Gejolak ini dirasakan di seluruh dunia dan ini terefleksikan pada kurs rupiah,” ungkap dia.

Pada saat yang sama, imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun mengalami fluktuasi akibat dinamika global. Realisasi akhir per 10 Maret 2025 sebesar 6,88 persen dan rata-rata tahun berjalan (ytd) di 6,98 persen.

Kemenkeu pede imbal hasil SBN masih stabil dan terjaga pada level yang kompetitif. Meski begitu, potensi risiko dinamika global terhadap pasar keuangan domestik terus diwaspadai dan dimitigasi.

Rupiah bahkan melemah hingga 44 poin atau 0,27 persen pada penutupan perdagangan Rabu (12/3/2025) di Jakarta menjadi Rp16.452 per dolar AS. Seharis sebelumnya di Rp16.409 per dolar AS.

Baca juga: Eskalasi Perang Dagang Paksa Rupiah Keok Tembus Level Psikologis 16.400

Sebelumnya, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah didorong hasil rilis rating dari Fitch.

“Fitch mengafirmasi (kredit) rating Indonesia di level ‘BBB’ dengan outlook stable pada Selasa (11/3). Namun, Fitch menggarisbawahi potensi ketidakpastian dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara), terutama di jangka menengah, dan memperkirakan pelebaran defisit di tahun-tahun mendatang,” timpal dia.

Defisit fiskal, diproyeksikan Fitch sedikit melebar ke 2,5 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun ini. Padahal, defisit APBN 2024 saja sebesar 2,29 persen.

Fitch kemudian mencatat Indonesia akan menghadapi tantangan pertumbuhan pada 2026. Ini sebagai akibat dinamika eksternal. Contohnya adalah penurunan permintaan impor dari China dan kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan Amerika Serikat (AS).

Baca juga: Kekhawatiran Pelambatan Ekonomi Global Bikin Rupiah Cemberut

Pembentukan dana kekayaan negara (sovereign wealth fund/SWF) Danantara juga tak luput dari sorotan lembaga pemeringkat itu.

Danantara memang dinilai memiliki tujuan baik untuk pembangunan berkelanjutan dan peningkatan investasi strategis. Namun, Fitch berpendapat pemerintah Indonesia perlu mencermati potensi risiko kewajiban kontijensi yang mungkin timbul.

Sementara pengamat pasar uang sekaligus Presiden Direktur PT Doo Financial Futures Ariston Tjendra mengungkapkan, pasar masih mewaspadai ancaman perang dagang. Sebab, Presiden AS Donald Trump masih menebar ancaman kenaikan tarif ke negara lain.

Berdasarkan berbagai faktor tersebut, lanjutnya, kurs rupiah mungkin menguat ke arah Rp16.400 per dolar AS dengan potensi resisten di kisaran Rp16.480 per dolar AS.

Baca juga: Pelemahan Dolar AS Beri Ruang Penguatan Terbatas bagi Rupiah

Kurs rupiah pada pembukaan perdagangan hari Kamis (13/3/2025) pagi di Jakarta melemah tipis sebesar 1 poin atau 0,01 persen menjadi Rp16.453 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.452 per dolar AS.

Penulis :
Ahmad Munjin