
Pantau - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akhirnya merilis laporan kinerja APBN hingga Februari 2025, setelah mengalami keterlambatan lebih dari satu bulan.
Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, menyoroti keterlambatan ini, yang menurutnya menimbulkan tanda tanya di masyarakat terkait kondisi fiskal negara.
"Keterlambatan ini tentu memunculkan pertanyaan, ada apa dengan APBN Januari 2025?" ujar Anis di Jakarta, Sabtu (15/3/2025).
Berdasarkan laporan, penerimaan negara mengalami kontraksi, baik dari sisi perpajakan maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Penerimaan pajak Januari 2025 tercatat Rp88,89 triliun, turun 41,86% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Baca Juga: Komisi XI: Percepat Perbaikan Coretax untuk Tingkatkan Penerimaan Pajak
Sementara penerimaan kepabeanan dan cukai Rp26,29 triliun, naik 14,75%. PNBP tercatat Rp42,13 triliun, turun 3,03%, sementara penerimaan hibah hanya Rp9,8 miliar.
Di sisi pengeluaran, belanja pemerintah pusat mencapai Rp86,04 triliun, turun 10,75% dibanding Januari 2024. Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) merosot 45,5% menjadi Rp24,38 triliun, sedangkan belanja non-K/L justru meningkat 19,43% menjadi Rp61,66 triliun. Belanja Transfer ke Daerah (TKD) mencapai Rp94,73 triliun.
Kondisi ini membuat APBN Januari 2025 mengalami defisit Rp23,5 triliun atau 0,10% terhadap PDB, berbanding terbalik dengan Januari 2024 yang masih mencatat surplus Rp35,1 triliun.
Anis mengingatkan pemerintah untuk lebih waspada dalam merancang kebijakan fiskal, terutama terkait penerapan Coretax dan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diduga turut mempengaruhi kinerja APBN.
"Kemenkeu dan kementerian terkait harus lebih hati-hati dalam merumuskan kebijakan yang berdampak pada perekonomian agar tidak semakin memperburuk kondisi fiskal negara," tegasnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas