
Pantau - Guru Besar Keamanan Pangan IPB, Ahmad Sulaeman, menegaskan bahwa produk makanan berbasis genetically modified organism (GMO) seperti tempe dari kedelai rekayasa genetika memiliki ketangguhan terhadap tantangan pangan dan aman dikonsumsi masyarakat.
Ahmad menyampaikan hal tersebut dalam pernyataan di Jakarta pada Selasa, menanggapi kekhawatiran publik terkait dampak kesehatan dari produk hasil rekayasa genetika.
"Bibit hasil rekayasa genetika memang dirancang untuk memiliki keunggulan dibanding bibit konvensional, karena produksi pangan pada kenyataannya kalah kecepatannya dengan pertumbuhan penduduk apalagi dengan perubahan cuaca dan ancaman hama," ungkapnya.
Ia juga menyebutkan bahwa pangan GMO, seperti kedelai yang digunakan untuk tempe dan tahu, dipilih karena efisien serta mampu mengurangi penggunaan pestisida dan herbisida.
"Pangan produk rekayasa genetika memang dipilih agar mampu mengatasi berbagai hambatan dan meningkatkan manfaat baiknya, apalagi sudah pasti produk hasil rekayasa genetika lebih minim penggunaan pestisida dan herbisida," ia menjelaskan.
Masyarakat Diminta Tidak Terjebak Informasi Menyesatkan
Ahmad mengakui bahwa masih ada kekhawatiran sebagian masyarakat bahwa produk GMO bisa menyebabkan penyakit serius seperti kanker.
Namun, ia menegaskan bahwa belum ada bukti ilmiah yang mendukung klaim tersebut.
"Belum ada penelitian atau bukti klinis yang kuat bahwa produk rekayasa genetika menyebabkan kanker," tegasnya.
Lebih lanjut, Ahmad menyampaikan bahwa masyarakat Indonesia sebenarnya telah mengonsumsi berbagai produk berbahan GMO seperti mie instan, roti, biskuit, serta tempe dan tahu selama puluhan tahun tanpa adanya bukti bahaya kesehatan yang signifikan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun menyatakan bahwa makanan GMO yang beredar di pasar internasional telah melalui uji keamanan dan dinyatakan tidak menimbulkan risiko bagi manusia.
Ahmad, yang juga Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB, mengingatkan pentingnya edukasi gizi yang benar agar masyarakat tidak termakan informasi yang menyesatkan.
"Jangan sampai masyarakat kita disuguhi informasi yang menyesatkan, karena ada lebih dari 150 ribu perajin tempe yang mungkin saja akan terdampak karena informasi yang menyesatkan," ungkapnya.
Produksi Lokal Masih Rendah, Perlu Dorongan terhadap Kedelai GMO
Ketua Umum Forum Tempe Indonesia (FTI), Hardinsyah, menyatakan bahwa konsumsi tempe dari kedelai GMO yang sehat harus didukung dengan peningkatan produksi kedelai lokal.
Menurutnya, penggunaan kedelai GMO impor juga dapat membantu program prioritas pemerintah dalam memenuhi kebutuhan protein masyarakat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor kedelai Indonesia pada tahun lalu mencapai 2,67 juta ton atau naik 17,68 persen, sedangkan produksi lokal pada tahun 2024 hanya sebesar 558.600 ton dan terus menunjukkan penurunan setiap tahunnya.
Dengan dukungan terhadap pemanfaatan kedelai GMO, pemerintah diharapkan dapat menyukseskan program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang menargetkan pemenuhan 30 persen kebutuhan protein dari pangan lokal seperti tempe.
- Penulis :
- Aditya Yohan