
Pantau - Pemerintah perlu mengutamakan kepentingan nasional dalam merespons dinamika perdagangan global yang semakin kompleks. Tantangan global kini tidak hanya datang dari tarif ekspor tinggi, tapi juga dari gejolak blok dagang seperti BRICS dan tren deglobalisasi yang kian menguat.
Anggota Komisi VI DPR RI, Gde Sumarjaya Linggih, menilai pemerintah berhasil menurunkan tarif ekspor produk Indonesia ke Amerika Serikat (AS) menjadi 19 persen. Kebijakan ini dinilai memberi ruang gerak baru bagi pelaku UMKM dan eksportir kerajinan seni asal Bali.
“Ini prestasi. Tadinya teman-teman di Bali, terutama ASPH, sudah mulai deg-degan karena ekspor ke Amerika cukup besar, khususnya barang-barang seni. Hampir semua orang yang sudah sejahtera sedikit pasti mau punya barang seni, dan banyak asalnya dari Bali,” kata Anggota Komisi VI DPR RI, Gde Sumarjaya Linggih, dalam rapat kerja bersama Menteri Perdagangan di DPR RI, Rabu (16/7/2025).
Jangan Sampai Terlena
Selain itu, Gde mengingatkan agar pemerintah tidak terlena dengan capaian sementara. Ia menyoroti kemunculan BRICS dan meningkatnya perang dagang sebagai peringatan serius untuk segera menerjemahkan hasil pertemuan internasional ke dalam kebijakan teknis nasional.
“Jangan sampai lawatan puluhan jam Pak Presiden ke luar negeri hanya berhenti jadi headline, tapi tidak terimplantasikan di kementerian. Kalau tidak, yang gagal bukan Pak Prabowo, tapi kita di bawah ini yang tak mengeksekusi,” ujar Gde.
Ia juga menyatakan, tren deglobalisasi telah mendorong negara-negara besar untuk memproteksi pasar domestik. Mereka kini semakin aktif menggunakan kebijakan tarif, kuota, dan hambatan nontarif demi melindungi industri dalam negeri.
Akibatnya, ia meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) agar segera merumuskan kebijakan barrier yang lebih serius. Menurutnya, langkah ini penting untuk memperkuat posisi tawar Indonesia di pasar global sekaligus menjaga industri strategis nasional.
Perlu Atur Ulang Strategi
Dalam rapat tersebut, Gde mendorong pemerintah agar menyusun kebijakan teknis lanjutan yang terarah dan implementatif. Ia menekankan pentingnya koordinasi lintas kementerian dan tidak membiarkan hasil diplomasi berhenti pada level pernyataan politik semata.
Di tengah ketegangan dagang antara Amerika Serikat, Cina, dan Rusia, Indonesia dinilai harus pandai membaca peta dan merancang instrumen kebijakan dalam negeri yang protektif namun adaptif. Ia menyebutkan perlunya hambatan impor berbasis kuota dan tax barrier untuk mencegah serbuan produk asing yang tidak terkendali.
Gde menekankan, keberhasilan diplomasi dagang hanya akan berdampak nyata jika kementerian dan lembaga teknis menindaklanjuti secara konkret.
- Penulis :
- Khalied Malvino