
Pantau - Diskusi mengenai posisi ideal Perum Bulog dalam ekosistem ketahanan pangan nasional kembali mencuat, menyusul perdebatan tentang peran strategisnya sebagai lembaga parastatal di negara berkembang.
Status BUMN atau LPNK, Mana yang Lebih Tepat?
Bulog saat ini berstatus sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), namun sejumlah pihak menilai lembaga ini sebaiknya kembali menjadi lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) seperti pada masa Orde Baru.
Lembaga parastatal, secara umum, adalah institusi yang dimiliki negara, beroperasi secara komersial layaknya perusahaan swasta, namun tetap berada di bawah pengawasan negara.
Pertanyaan mendasarnya adalah apakah Bulog lebih efektif dalam menjalankan fungsi ketahanan pangan sebagai entitas bisnis seperti sekarang, atau lebih baik dikelola sebagai instrumen negara secara langsung.
Perum Bulog secara resmi dibentuk pada 21 Januari 2003 berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2003, yang kemudian diperbarui melalui PP Nomor 13 Tahun 2016.
Transformasi ini mengubah Bulog dari lembaga pemerintah non-departemen (LPND) menjadi BUMN berbentuk perusahaan umum.
Konsekuensinya, koordinasi vertikal Bulog yang sebelumnya langsung ke Presiden kini berada di bawah koordinasi Kementerian BUMN serta kementerian teknis lainnya.
Perubahan struktur ini dinilai sebagian kalangan mengurangi fleksibilitas Bulog dalam merespons situasi darurat pangan nasional secara cepat dan terkoordinasi.
Dinamika dengan Bapanas dan Tantangan Kelembagaan
Kehadiran Badan Pangan Nasional (Bapanas) melalui Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2021 menambah dinamika baru dalam sektor pangan nasional.
Bapanas dan Bulog memiliki perbedaan dalam struktur hukum dan kelembagaan: Bulog dibentuk berdasarkan peraturan pemerintah, sementara Bapanas berdiri melalui peraturan presiden.
Meski demikian, keduanya memiliki irisan tugas yang signifikan, terutama dalam hal pengelolaan cadangan pangan dan stabilisasi harga di pasar.
Pasal 29 Perpres Nomor 66 Tahun 2021 menyebutkan bahwa penugasan Bulog dalam kebijakan pangan nasional berada di tangan Kepala Bapanas, melalui pelimpahan dari Menteri BUMN.
Hal ini menimbulkan kompleksitas koordinasi antara lembaga, khususnya saat mengambil keputusan strategis dalam pengelolaan pangan nasional.
Bulog sendiri memiliki rekam jejak panjang dalam mendukung kemandirian pangan Indonesia sejak era Orde Baru.
Ke depan, tantangan utama bukan hanya soal status kelembagaan, melainkan menjaga kepercayaan publik, ketulusan dalam pelayanan, serta keberanian untuk terus berbenah agar tetap relevan dengan kebutuhan zaman.
- Penulis :
- Aditya Yohan