
Pantau - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mencatat lonjakan transaksi emas hingga 441 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada kuartal II tahun 2025, dengan total volume mencapai 693 kilogram.
Kenaikan signifikan ini mencerminkan meningkatnya minat masyarakat terhadap emas batangan sebagai instrumen pelindung nilai atau wealth protector.
Direktur Treasury & International Banking BSI, Firman Nugraha, mengungkapkan, "Masyarakat sekarang sudah mulai investasi emas, jadi permintaan terhadap emas batangan itu menunjukkan tren yang cenderung meningkat," ujarnya dalam Seminar Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah di Jakarta, Selasa.
Firman menambahkan bahwa dibandingkan tahun 2024, transaksi nasabah untuk pembelian emas meningkat hingga empat kali lipat.
"Ini mungkin juga karena fenomena fear of missing out (FOMO) dari masyarakat, tinggi sekali minatnya," ungkapnya.
Permintaan Emas Berubah Arah: Perhiasan Menurun, Batangan Melonjak
Berdasarkan data, permintaan emas di Indonesia secara agregat menurun sebesar 2,80 persen selama periode 2019 hingga 2024.
Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh menurunnya permintaan emas perhiasan selama pandemi serta beban perpajakan.
Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2023 memberlakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas penjualan emas serta jasa terkait, yang turut menekan permintaan.
Sebaliknya, emas batangan menunjukkan tren sebaliknya.
Pertumbuhan tahunan majemuk (Compound Annual Growth Rate/CAGR) permintaan emas batangan mencapai 11,58 persen, menandakan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap emas batangan sebagai aset yang lebih stabil.
Kebijakan Pajak Baru dan Dampaknya pada Industri Bullion
Mulai 1 Agustus 2025, pemerintah menerapkan kebijakan baru melalui PMK Nomor 51 dan 52 Tahun 2025, yang menetapkan bahwa pembelian emas batangan oleh bullion bank dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 0,25 persen dari nilai pembelian.
Lembaga jasa keuangan (LJK) bullion ditunjuk sebagai pemungut pajak, dan konsumen akhir dikecualikan dari kewajiban ini.
Transaksi dengan nilai maksimal Rp10 juta juga dikecualikan dari pemungutan.
Skema Surat Keterangan Bebas (SKB) untuk impor emas batangan dihapus, dan kini dikenai PPh Pasal 22 dengan mekanisme yang sama seperti pembelian dalam negeri.
Namun, PMK 52 Tahun 2025 juga memberikan pengecualian atas pungutan PPh Pasal 22 untuk penjualan emas kepada konsumen akhir, pelaku UMKM dengan PPh final, serta wajib pajak yang memiliki SKB PPh 22.
Pengecualian juga berlaku untuk penjualan kepada Bank Indonesia, transaksi melalui pasar fisik emas digital, serta lembaga jasa keuangan bullion.
Direktur Sales & Distribution BSI, Anton Sukarna, menyampaikan optimisme terhadap kebijakan baru tersebut.
Ia menyatakan, "Pemberlakuan PPh Pasal 22 akan dorong pertumbuhan bisnis bulion."
Beberapa laporan lain menyebutkan pertumbuhan bisnis emas BSI dalam bentuk cicil dan gadai yang melonjak 92,52 persen per Mei 2025, serta target transaksi hingga Rp15 miliar dalam ajang International Expo.
- Penulis :
- Arian Mesa










