
Pantau - Publik sempat dihebohkan dengan potongan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyebut guru sebagai "beban negara". Namun, pernyataan tersebut segera diklarifikasi dan dinyatakan sebagai hoaks.
Maksud sebenarnya adalah tantangan keberlanjutan fiskal negara dalam membiayai anggaran pendidikan yang porsinya terus meningkat setiap tahun.
Dalam kerangka APBN, fungsi pendidikan selalu menjadi prioritas, sesuai amanat alokasi minimal 20 persen dari APBN/APBD.
Pada APBN 2025, pemerintah mengalokasikan Rp660,8 triliun atau 20 persen dari total belanja negara untuk pendidikan, dengan lebih dari 60 persen di antaranya digunakan untuk gaji, tunjangan, dan kesejahteraan tenaga pendidik.
Sri Mulyani menegaskan bahwa guru bukanlah beban fiskal, melainkan aset bangsa, dan tantangan utama adalah menjaga keberlanjutan dukungan di tengah ruang fiskal yang terbatas.
Guru Sebagai Aset Strategis
Guru, dosen, dan tenaga kependidikan dipandang sebagai pilar utama pembangunan SDM menuju generasi emas 2045.
Namun, meski anggaran pendidikan besar, distribusi kesejahteraan masih timpang.
Guru ASN (PNS dan PPPK) memiliki kompensasi relatif baik dengan penghasilan total Rp9–10 juta per bulan, sementara guru honorer dan tenaga non-ASN masih menghadapi kesenjangan besar, dengan honor hanya Rp300 ribu–Rp1 juta per bulan, bahkan ada yang Rp95 ribu.
Dosen kontrak rata-rata menerima Rp2–3,6 juta per bulan, hampir setara dengan UMR.
Ketimpangan ini menandai persoalan tata kelola fiskal yang timpang, birokrasi yang lamban, dan regulasi yang belum adil.
Jika tidak dibenahi, kesenjangan kesejahteraan guru akan menjadi penghalang serius bagi pencapaian generasi emas 2045.
Strategi Pemerintah Menjaga Kapasitas Fiskal
Untuk menjamin keberlanjutan dukungan terhadap kesejahteraan guru, pemerintah menyiapkan berbagai langkah, antara lain:
- Ekstensifikasi pajak dengan memperluas basis pajak ke sektor digital, UMKM besar, dan sektor informal.
- Intensifikasi pajak melalui modernisasi administrasi Coretax 3.0, integrasi NIK–NPWP, serta penegakan hukum yang lebih tegas.
- Optimalisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor SDA, jasa keuangan, dan pariwisata.
- Efisiensi belanja negara dengan memangkas pos yang tidak produktif dan memprioritaskan pembangunan SDM.
Inovasi Pendanaan Non-APBN
Selain strategi fiskal konvensional, pemerintah juga mendorong inovasi pendanaan, di antaranya:
- Dana Abadi Pendidikan (LPDP) untuk mendanai subsidi penghasilan, jaminan sosial, pelatihan, dan beasiswa keluarga guru.
- Public–Private Partnership (PPP) yang melibatkan perusahaan penerima insentif fiskal dalam program kesejahteraan guru.
- Social impact bonds sebagai instrumen investasi berbasis target sosial.
- Filantropi dan crowdfunding digital untuk mendukung guru di daerah terpencil.
- Koperasi dan BUMDes Pendidikan guna mendukung kemandirian ekonomi guru di daerah.
Dengan kombinasi strategi fiskal dan pendanaan inovatif, pemerintah berupaya memastikan kesejahteraan guru dan tenaga pendidik tetap terjaga sebagai agenda nyata yang berkelanjutan.
- Penulis :
- Aditya Yohan
- Editor :
- Aditya Yohan