
Pantau - Akademisi Politeknik Kelautan dan Perikanan Karawang, Jawa Barat, Catur Pramono Adi menyatakan bahwa komoditas rumput laut memiliki potensi besar sebagai "emas hijau" di laut Nusantara dan dapat menjadi penggerak utama ekonomi biru Indonesia yang menyejahterakan masyarakat pesisir.
"Rumput laut bukan sekadar tumbuhan laut yang menempel di karang, ia adalah komoditas strategis yang sangat potensial, bahkan komoditas unggulan yang bisa menembus pasar dunia," ungkapnya.
Budidaya Sederhana, Dampak Ekonomi Besar
Di berbagai wilayah pesisir Indonesia, bentangan tali panjang yang mengapung di laut bukanlah jaring nelayan, melainkan kebun laut tempat budidaya rumput laut dilakukan dengan metode long-line.
Metode long-line merupakan teknik budidaya sederhana dengan dampak ekonomi yang signifikan bagi masyarakat pesisir.
Catur menjelaskan bahwa kekuatan dari budidaya rumput laut terletak pada kesederhanaan sistemnya, dengan modal awal yang relatif kecil, teknologi yang mudah dipelajari, serta daya serap pasar yang tinggi.
Di wilayah seperti Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku, rumput laut bahkan menjadi tulang punggung ekonomi desa.
"Satu siklus panen yang hanya 40–50 hari memungkinkan petani mendapatkan pendapatan rutin. Bayangkan, dalam setahun bisa dilakukan hingga tujuh kali panen," jelasnya.
Rumput laut juga memiliki peran penting dalam agenda global, karena sebagai organisme fotosintetik, ia menyerap CO₂ dari atmosfer.
"Jadi, dengan memperluas kebun rumput laut, Indonesia tak hanya mengekspor komoditasnya, tetapi juga 'mengekspor' kontribusi pada mitigasi perubahan iklim," ujar Catur.
Potensi Industri dan Tantangan Lingkungan
Saat ini, Indonesia termasuk salah satu produsen utama rumput laut dunia.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), permintaan rumput laut terus meningkat, baik di pasar domestik maupun ekspor.
Pada tahun 2022, ekspor rumput laut menyumbang lebih dari 77 persen dari total ekspor perikanan budidaya.
Salah satu spesies paling bernilai adalah Kappaphycus alvarezii, alga merah yang tumbuh subur di perairan tropis Indonesia, terutama di wilayah berterumbu karang dengan arus laut stabil.
Alga ini dikenal karena warnanya yang beragam — hijau, kuning, hingga merah keunguan — dan kandungan karagenannya yang tinggi.
Budidaya Kappaphycus alvarezii di Indonesia dilakukan dengan tiga metode: lepas dasar, rakit apung, dan long-line. Di antara ketiganya, metode long-line dinilai paling efektif.
Teknik ini dilakukan dengan membentangkan tali panjang sejajar permukaan laut, yang diikat dengan jangkar di dasar dan pelampung di permukaan. Bibit rumput laut diikat pada tali dengan jarak tertentu.
Metode ini memungkinkan pertumbuhan rumput laut yang lebih cepat, ramah lingkungan karena tidak merusak karang, dan efisien dari sisi biaya.
Untuk mengatasi hama dan penyakit, disarankan penggunaan bibit unggul, teknik kultur jaringan, serta pemupukan menggunakan nutrien alami.
Catur mengingatkan bahwa tantangan utama ke depan adalah menjaga kualitas lingkungan laut dari pencemaran, meningkatkan akses terhadap bibit unggul, dan memperkuat industri hilir agar Indonesia tidak hanya menjadi eksportir bahan mentah.
"Indonesia memiliki potensi untuk menjadi pusat industri rumput laut dunia, tidak hanya sebagai penghasil bahan baku, tapi juga produsen produk turunan dengan nilai tambah tinggi," ujarnya.
Catur menutup pernyataannya dengan menegaskan, "Kita meyakini bahwa rumput laut adalah bagian dari 'emas hijau' laut Nusantara. Jika dikelola dengan baik, ia bisa menjadi penggerak utama ekonomi biru Indonesia."
- Penulis :
- Ahmad Yusuf