
Pantau - Perusahaan jasa profesional multinasional Ernst & Young (EY) memproyeksikan prospek penawaran umum perdana saham (IPO) di Indonesia akan tetap positif hingga akhir tahun 2025, seiring dengan kondisi likuiditas yang kuat, kebijakan moneter yang longgar, serta stabilitas makroekonomi nasional.
Likuiditas Kuat dan Fokus pada Kualitas IPO
Partner EY-Parthenon Indonesia, Reuben Tirtawidjaja, menyampaikan bahwa tren IPO di Indonesia menunjukkan ketahanan yang baik meski menghadapi tekanan ekonomi global.
Ia mengingatkan agar pelaku pasar tetap waspada terhadap ketidakpastian politik dan volatilitas ekonomi internasional.
“Kunci sukses emiten Indonesia ke depan adalah kesiapan menghadapi volatilitas dan kemampuan membangun kepercayaan investor melalui tata kelola yang solid dan strategi pertumbuhan berkelanjutan,” ujarnya.
EY menilai bahwa pasar modal Indonesia kini lebih menitikberatkan pada kualitas dibandingkan kuantitas IPO, selaras dengan arah kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Laporan EY mencatat bahwa jumlah IPO di Indonesia pada kuartal III tahun 2025 turun 35 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Namun, total penghimpunan dana justru melonjak hampir tiga kali lipat menjadi 906 juta dolar Amerika Serikat.
Sepanjang 2025, aktivitas IPO di Indonesia didominasi oleh sektor industri, energi, konsumer, dan kesehatan.
Momentum positif ini diperkirakan berlanjut pada kuartal IV-2025 dengan pipeline sebanyak 13 perusahaan yang siap melantai di bursa.
Emiten Besar dan Tren Investor Berbasis Narasi
Beberapa emiten besar yang berkontribusi signifikan terhadap kinerja IPO nasional tahun 2025 antara lain PT Merdeka Gold Resources Tbk (EMAS) dengan penggalangan dana 283 juta dolar AS, PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) sebesar 146 juta dolar AS, PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK) sebesar 142 juta dolar AS, dan PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk (YUPI) sebesar 123 juta dolar AS.
Sebagai perbandingan, pada periode yang sama tahun 2024 hanya terdapat satu IPO bernilai di atas 50 juta dolar AS, yaitu PT Ancara Logistics Indonesia Tbk (ALII) dengan 55 juta dolar AS.
Reuben menambahkan bahwa perilaku investor kini lebih selektif dalam menentukan pilihan.
“Investor kini lebih berhati-hati dalam memilih emiten, menilai tidak hanya potensi keuntungan, namun juga narasi pertumbuhan, tata kelola, dan kesiapan menghadapi disrupsi teknologi,” tuturnya.
Dari 13 perusahaan yang berada dalam antrean IPO, lima perusahaan memiliki aset di atas Rp250 miliar, enam perusahaan memiliki aset antara Rp50–250 miliar, dan dua perusahaan memiliki aset di bawah Rp50 miliar.
Posisi Indonesia di Kancah IPO Regional
Secara global, aktivitas IPO meningkat 19 persen secara tahunan dengan lonjakan nilai mencapai 89 persen.
Di kawasan Asia Tenggara, Singapura memimpin dengan total perolehan dana IPO sebesar 1,5 miliar dolar AS pada kuartal III-2025, sementara Indonesia berada di posisi kedua dengan 478 juta dolar AS.
EY menilai tren positif ini akan terus berlanjut hingga akhir tahun 2025, didukung optimisme investor dan arah kebijakan ekonomi nasional yang kondusif bagi pertumbuhan pasar modal.
- Penulis :
- Aditya Yohan










