
Pantau - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Habib Syarief Muhammad, menegaskan pentingnya komitmen pemerintah untuk menjalankan ketentuan mandatory spending 20 persen anggaran pendidikan dari APBN mulai tahun 2026.
Penegasan ini disampaikan dalam rangka menjalankan amanat Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan alokasi minimal 20 persen anggaran pendidikan dari APBN dan APBD.
Mahkamah Konstitusi juga memutuskan bahwa pemerintah pusat dan daerah wajib membebaskan biaya pendidikan dasar, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Habib menekankan bahwa komitmen terhadap alokasi anggaran pendidikan akan menjadi solusi atas persoalan kesejahteraan guru, khususnya yang berada di bawah naungan Kementerian Agama.
"Kalau 20 persen mandatory spending bisa komitmen, bisa konsisten dijalankan oleh pemerintah, saya kira ini menjadi solusi yang terbaik," ungkapnya.
Masalah Kesejahteraan Guru dan Lempar Tanggung Jawab
Habib menyampaikan bahwa Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan enam putusan terkait pendidikan dalam tiga tahun terakhir, dengan dua keputusan utama tentang pemenuhan anggaran dan wajib belajar gratis selama 13 tahun.
"Sekolah-sekolah swasta banyak mempertanyakan kepada kami, kapan akan diberlakukan keputusan MK itu," katanya.
Ia juga menyoroti persoalan kesejahteraan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang mengajar di sekolah umum, terutama menyangkut insentif seperti gaji ke-13 dan Tunjangan Hari Raya (THR).
"Kementerian Pendidikan tidak menyediakan itu untuk guru PAI. Kemenag mengusahakan, namun jawaban Kemenkeu sangat terlambat. Baru Februari 2025 keluar, akhirnya guru-guru PAI tidak mendapatkan gaji ke-13 dan THR," jelasnya.
Tumpang tindih kewenangan antara Kementerian Pendidikan, Kementerian Agama, dan pemerintah daerah disebut menyebabkan lempar tanggung jawab terhadap kesejahteraan guru.
"Kemenkeu merekomendasikan itu menjadi tanggung jawab Pemda, Pemda mengelak semuanya. Ini terjadi lempar tanggung jawab," tegasnya.
Regulasi Baru dan Perlindungan Profesi Guru
Habib turut menyoroti kesulitan guru Taman Kanak-kanak (TK) dalam memperoleh sertifikasi karena jumlah murid yang kecil dan kebutuhan akan dua guru per kelas.
"Tidak heran kalau guru TK sementara ini paling banyak yang belum mendapatkan sertifikasi," ujarnya.
Terkait regulasi, ia menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI tengah mengkaji perubahan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) bersamaan dengan Undang-Undang Guru dan Dosen.
Perubahan regulasi tersebut akan memuat perlindungan terhadap guru dari perundungan dan kekerasan.
"Persoalan pendidikan itu sangat kompleks. Termasuk kasus-kasus perundungan terhadap guru, ini akan menjadi krusial," ia menegaskan.
Habib juga menolak penggunaan frasa "standar hidup minimum" dalam pengaturan tunjangan guru, karena menurutnya profesi guru harus diperlakukan secara istimewa.
"Guru itu profesi yang sangat mulia. Tidak usahlah digunakan standar hidup minimum. Di atas standar hidup minimum," ungkapnya.
Ia turut menyoroti diskriminasi yang masih dialami oleh guru madrasah dan mendesak adanya perubahan hukum untuk menghapus ketimpangan tersebut.
"Perlakuan yang diskriminatif itu sesuai dengan kenyataan. Perlu ada terobosan hukum, sehingga perlakuan pemerintah yang sudah berjalan puluhan tahun bisa dijadikan pasal penebus dosa," pungkasnya.
- Penulis :
- Gerry Eka








