
Pantau.com - Kerjasama Indonesia dengan China seringkali mendapatkan stigma negatif. Salah satunya, proyek One Belt One Road (OBOR) China yang seringkali menjadi pembicaraan di masyarakat. Terkait hal tersebut, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman memastikan kerjasama yang dilakukan akan mengutamakan keuntungan untuk Indonesia.
"Pertama kerjasama ini kita jaga untuk saling menguntungkan. Sangat kita jaga bahwa jangan sampai Indonesia dirugikan oleh projek ini. Mohon dipahami, agar tidak beredar seperti yang beredar; 'Indonesia mau dijual', 'NKRI mau dijual,'" ujar Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Kemenko Maritim, Ridwan Djamaluddin dalam jumpa pers di kantornya, Senin (29/4/2019).
Baca juga: Hore! Biaya Kriling Turun, Transfer ke Beda Bank Cuma Rp3.500
Ridwan menambahkan, kerjasama antara Indonesia dengan Tiongkok perkembangan terakhir 25-26 April lalu Indonesia dan Tiongkok sudah menyepakati program-program kerjasama.
"Saya bilang, kita ini semangatnya sedang merancang beberapa kerjasama bilateral dan multilateral agar program yang kita rancang dapat pendanaan secara memadai," ungkapnya.
Menurutnya, sudah menjadi realita global bahwa Tiongkok sedang menjadi negara kuat-kuatnya perekonomiannya, sehingga dia bekerjasama dengan berbagai negara.
"Konotasi negatif muncul karena dalam pelaksanaannya dianggap tidak seimbang dianggap Tiongkok mau menguasai negara itu. Pak Menko bilang, kita terlalu kecil untuk dikuasai," katanya.
Lebih lanjut kata dia, dalam proses penyusunan kerjasama ini juga memakan waktu yang cukup lama dan proses alot. Pihaknya memastikan kerjasama dilakukan bisnis to bisnis sehingga tidak mempengaruhi pemerintah.
"Kita tidak mau jadi utang pemerintah. Jadi tidak ada utang pemerintah, Semua kerjasama antar industri swasta. Bahwa jika ada dana dari pemerintah Tiongkok bisa saja tapi dilakukan tidak pada pemerintah sehingga jika proyek gagal tidak menjadi utang pemerintah," katanya.
"Ada juga sebagian yang berpendapat meski bisnis to bisnis bisa saja perusahaan Indonesia nanti dikuasai Tiongkok bisa saja kalau perusahaan kita tidak canggih, tapi kan saat ini dengan dunia yang terbuka pilihan kita baik kebutuhan ataupun kebijakan lain kerjasama global tidak bisa dihindarkan," imbuhnya.
Baca juga: Bapak-Ibu Terima Dana PKH? Sri Mulyani: Uang Ini Tak untuk Beli Rokok
Saat ini Pemerintah Indonesia menawarkan dua kelompok proyek prioritas. Kelompok pertama mencakup empat koridor wilayah yakni di Sumatera Utara (Sumut), Kalimantan Utara (Kaltara), Sulawesi Utara (Sulut), dan Bali. Sementara itu, kelompok kedua terdiri atas beberapa proyek di Sumatra Selatan (Sumsel), Riau, Jambi, dan Papua.
"Yang kemarin ditandatangan, MoU pelabuhan Kuala Tanjung, Sumatera Utara prosesnya sejak 2 tahun lalu, bukan kemarin sore ya, bahkan sebelumnya belum ada investor yang mau kembangkan lebih lanjut, sudah sama negara a perusahaan b, belum ada. Saat BUMN Tiongkok masuk kenapa salah?" Katanya.
"Kenapa konotasinya kita mau jual NKRI, kalau konotasi begitu dianggap menjual berarti tahun 70 kita jual Freeport ke AS, kita jual ke Saudi Arabia karena Saudi Aramco bangun refinary dan lainnya," imbuhnya.
Pemerintah kata dia, menarik investor karena Foreign Direct Invesment (FDI) Indonesia masih belum memenuhi target. Pihaknya juga memastikan dapat mengambil keuntungan dalam kerjasama tersebut.
"Kita dalam program proses panjang kerjasama dengan Tiongkok kita perhatikan kehati-hatian teknologi. Kita juga tidak mau seumur-umur didikte terus kita juga mau ada ahli teknologi sehingga gunakan tenaga kerja Indonesia, kita juga tidak mau terus menjadi pasar tapi juga memproduksi," pungkasnya.
- Penulis :
- Nani Suherni