
Pantau.com - Bos Ryanair, Michael O'Leary, mengatakan dia tidak bisa mengesampingkan pengulangan data atau redudansi jika Boeing 737 Max terlalu lama dikandangkan. Apalagi sampai saat ini penyelidikan terus berlanjut ke dua kecelakaan fatal yang melibatkan pesawat.
Ia juga memperingatkan bahwa Ryanair dapat membatalkan rute domestik Inggris jika Brexit tidak ada kesepakatan. Berbicara ketika laba kuartal pertama maskapai murah merosot sebesar 24 persen, O’Leary meratapi dampak keterlambatan pengembalian layanan 737 Max, komponen kunci strategi Ryanair untuk menahan penurunan laba baru-baru ini dalam kinerja keuangannya.
Baca juga: Waduh! 2.600 Nasabah Bank Mandiri Belum Kembalikan Saldo Nyasar
Perlu sobat Pantau tahu, Ryanair memiliki 135 dari 737 model Max yang dipesan, lima model pertama akan dikirim pada musim gugur, tetapi mereka tidak akan dapat terbang sampai regulator menyatakan bahwa pesawat aman.
O'Leary memastikan Ryanair mungkin tidak memiliki satu pun dari pesawat yang siap pada musim panas mendatang kecuali Boeing membuat peningkatan yang diperlukan bagi regulator untuk memungkinkan pesawatnya terbang kembali.
Penumpukan armada global pesawat 737 Max telah mengambil korban di maskapai Ryanair. Mereka memaksa maskapai untuk mengurangi separuh target pertumbuhannya untuk tahun depan karena membatalkan 30.000 penerbangan yang direncanakan dan memperingatkan akan menutup pangkalan di bandara.
Setidaknya satu Boeing 737 Max yang akan dikirim ke Ryanair telah membuat nama Max turun dari livery, memicu spekulasi bahwa produsen dan maskapai penerbangan akan berusaha untuk mengubah citra pesawat yang bermasalah.
Baca juga: Buntut Insiden Saldo Error, Mandiri Berikan Voucher e-Money Rp100 Ribu
O'Leary mengeluarkan peringatannya tentang nasib para pekerja karena maskapai melaporkan penurunan laba kuartalan 24 persen karena larangan terbang 737. Hal ini diperparah oleh perang harga di beberapa pasar Eropa.
Tarif musim panas rata-rata di maskapai berbiaya rendah terbesar di Eropa kemungkinan akan turun 6 persen dibandingkan dengan tahun lalu, karena maskapai mengurangi harga untuk merangsang permintaan, terutama di Jerman dan Inggris, kata maskapai itu.
Hal ini membantu mendorong laba sebelum pajak turun menjadi €262 juta (atau Rp4 triliun) selama tiga bulan hingga 30 Juni.
Tetapi perusahaan itu terjebak pada target laba tahunan antara €750 juta (Rp11,7 triliun) dan €950 juta (Rp14,8 triliun) karena penumpang terus menghabiskan onboard ekstra, yang meliputi makanan, parfum, dan kartu scratchcards.
- Penulis :
- Nani Suherni